Beranda Kisah-Sejarah Sirah Nabawiyah Haditsul Ifki, Berita Bohong Tentang Aisyah

Haditsul Ifki, Berita Bohong Tentang Aisyah

0
Unta di gurun (hdw)

Kebaikan dan kejahatan sudah ada semenjak masa dahulu, entah itu masa kenabian, kekhalifahan, atau pun masa setelahnya. Di setiap masa yang penuh kebaikan, pasti ada kejahatan. Sebaliknya, di masa yang dipenuhi kejahatan, pasti juga ada kebaikan.

Salah satu kejahatan yang pernah terjadi di masa kenabian adalah berita bohong yang disebarkan oleh gembong munafik tentang Ummul Mukminin (ibunda orang-orang yang beriman). Isu yang tersebar di kala itu membuat guncang kota Madinah. Betapa tidak, ada kaum muslimin yang terpengaruh dengannya.

Hingga, akhirnya Allah menurunkan ayat tentang pembebasan Aisyah dari berita bohong itu.

Kisah selengkapnya disebutkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih. Mari kita simak bersama.

Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud telah mengabarkan hadits Aisyah istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, ketika beliau berkata kepadanya; para pendusta telah menuduhnya; lalu Allah membebaskannya dari semua tuduhan itu, setiap perawi itu memberitahukan kepadaku sebagian haditsnya, sebagian mereka lebih memahami haditsnya daripada sebagian lainnya dan lebih tepat menceritakan kisah dalam hadits itu.

Sungguh aku telah memahami setiap hadits yang telah mereka beritahukan kepadaku, sebagian hadits mereka membenarkan atas sebagian lainnya, mereka menyebutkan, bahwa Aisyah istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata,

“Apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hendak keluar dalam suatu perjalanan selalu mengadakan undian di antara para istri beliau dan siapa di antara mereka yang keluar undiannya, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam akan berangkat bersamanya.”

Aisyah berkata, “Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengundi di antara kami untuk menentukan siapa yang akan ikut dalam salah satu peperangan, dan ternyata keluarlah undianku sehingga aku pun berangkat bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Peristiwa itu terjadi setelah diturunkan ayat hijab Al-Ahzab ayat 53, di mana aku dibawa dalam sekedup dan ditempatkan di sana selama perjalanan kami.

Pada suatu malam ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selesai berperang lalu pulang dan kami telah mendekati Madinah, beliau memberikan aba-aba untuk berangkat.

Aku pun segera bangkit setelah mendengar mereka mengumumkan keberangkatan lalu berjalan sampai jauh meninggalkan pasukan tentara.

Seusai melaksanakan hajat, aku hendak langsung menghampiri unta tungganganku namun saat aku meraba dada, ternyata kalungku yang terbuat dari mutiara Zhafar putus. Aku pun kembali untuk mencari kalungku sehingga tertahan karena pencarian itu.

Sementara itu, orang-orang yang bertugas membawaku mereka telah mengangkat sekedup itu dan meletakkannya ke atas punggung untaku yang biasa aku tunggangi karena mereka mengira aku telah berada di dalamnya.”

Aisyah menambahkan, “Kaum wanita pada waktu itu memang bertubuh ringan dan langsing tidak banyak ditutupi daging karena mereka hanya mengkomsumsi makanan dalam jumlah sedikit sehingga orang-orang itu tidak merasakan beratnya sekedup ketika mereka mengangkatnya ke atas unta.

Apalagi ketika itu aku anak perempuan yang masih belia. Mereka pun segera menggerakkan unta itu dan berangkat. Aku baru menemukan kalung itu setelah pasukan tentara berlalu. Kemudian aku mendatangi tempat perberhentian mereka, namun tak ada seorang pun di sana.

Lalu aku menuju ke tempat yang semula dengan harapan mereka akan merasa kehilangan dan kembali menjemputku. Ketika aku sedang duduk di tempatku rasa kantuk mengalahkanku sehingga aku pun tertidur.

Ternyata ada Shafwan bin Mu’aththal As-Sulami -Az-Dzakwani- yang berhenti dari perjalanan pada akhir malam untuk istirahat karena baru berangkat pada malam hari dan keesokan paginya ia sampai di tempatku.

Dia melihat bayangan hitam seperti seorang yang sedang tidur lalu ia mendatangi dan langsung mengenali ketika melihatku karena ia pernah melihatku sebelum diwajibkannya hijab. Aku terbangun oleh ucapannya, “Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Raji’uun” pada saat dia mengenaliku.

Aku segera menutupi wajahku dengan kerudung. Dan demi Allah, dia sama sekali tidak mengajakku bicara sepatah kata pun dan aku pun tidak mendengar satu kata pun darinya selain ucapannya, “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”

Kemudian ia menderumkan untanya dan memijak kakinya, sehingga aku dapat menaikinya. Dan ia pun berangkat sambil menuntun unta yang aku tunggangi hingga kami dapat menyusul pasukan yang sedang berteduh di tengah hari yang sangat panas.

Maka celakalah orang-orang yang telah menuduhku di mana yang paling besar berperan ialah Abdullah bin Ubay bin Salul. [Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Bersambung…