Suatu hari, di sebuah wilayah di kerajaan Arab Saudi, seorang pemuda berusia tujuh belas tahun terkena tembakan peluru nyasar.
Kedua orangtuanya lalu segera membawanya ke Rumah Sakit Angkatan Bersenjata di kota Riyadh.
Di dalam perjalanan menuju rumah sakit, pemuda itu memandang wajah ibunya yang sedang menangis sedih seraya berkata,
“Wahai Ibunda, janganlah engkau bersedih. Demi Allah aku dalam keadaan baik-baik saja. Aku merasa aku akan meninggal dunia. Demi Allah, aku mencium semerbak wangi surga.”
Setibanya di ruang gawat darurat, seorang dokter berusaha untuk menanganinya, akan tetapi pemuda itu berkata,
“Wahai saudaraku! Sungguh aku akan mati. Aku telah mencium semerbak wangi surga, karena itu janganlah engkau merepotkan dirimu. Aku hanya menginginkan kehadiran ayah dan ibuku di sisiku.”
Setelah kedua orangtuanya berada di sisinya, pemuda itu menyampaikan selamat tinggal kepada keduanya untuk selamanya, lalu melantunkan syahadat,
“Asyhadu Alla Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).”
Ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan jari telunjuk tangan kanan menunjuk, sebagaimana orang yang sedang membaca tasyahud dalam shalat.
Setelah shalat Maghrib, saya (penulis) menemui saudara Dhiya` seorang pegawai yang bertugas memandikan jenazah di Rumah Sakit Angkatan Bersenjata di Riyadh.
Ia menceritakan kejadian tersebut dan meyakinkan bahwa dirinya yang membuka genggaman tangan pemuda tersebut.
Ia mendapati jenazah pemuda dalam keadaan segar bugar, suatu keajaiban yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
Saat orang tuanya ditanya mengenai kehidupan pemuda tersebut, mereka menerangkan,
“Anakku sejak memasuki umur akil baligh adalah orang yang selalu membangunkan kami untuk menunaikan shalat Subuh. Ia sangat tekun menunaikan shalat malam dan membaca Al-Qur`an.
Selalu berusaha untuk mengikuti shalat wajib berjamaah di masjid. Ia selalu mendapatkan nilai yang memuaskan dalam setiap pelajarannya. ia termasuk peraih rangking atas di kelas dua SMA.”
Kemudian saya menceritakan kisah ini kepada seorang dokter ahli bedah jantung yang lainnya.
Tiba-tiba dokter itu mengajukan cuti selama satu minggu tanpa ada sebab dan alasan yang mendesak, ia hanya mengatakan alasan yang sangat sederhana,
“Aku ingin berintrospeksi, apalah artinya diriku ini jika dibandingkan dengan seorang pemuda yang penuh dengan kebaikan tersebut.”
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]
Berlanjut ke Pemuda Saleh yang Terkena Peluru Nyasar (Bagian 2)