Beranda Keluarga Bagaimana Menghadapi Suami Manja?

Bagaimana Menghadapi Suami Manja?

0
suami manja
ilustrasi (weheartit)

Wahai para istri yang mulia, tahukah engkau bahwa banyak sekali laki-laki memiliki kebiasaan manja di rumah ibunya sewaktu masih kecil?

Laki-laki itu tidak pernah disuruh memasang kancing bajunya yang lepas oleh ibunya. Bahkan, tidak pernah menyetrika bajunya sendiri, tidak menyiapkan sarapan sendiri dan tidak pula menata hidangan makanan di atas meja.

Laki-laki seperti ini terbiasa melihat ibunya di belakangnya sambil menggantungkan baju yang ia lemparkan sekenanya di atas tempat tidur. Membantunya mengenakan pakaian dan menyiapkan minuman, juga sarapan untuk ia bawa ke sekolah.

Ketika pulang sekolah setelah shalat Zhuhur, sang ibu menyambutnya dengan senyuman atau bahkan menjemputnya di sekolah. Kemudian menggantikan bajunya dan membantunya mengenakan pakaian rumah.

Terkadang juga sang ibu menyuapinya dan tidak menyuruhnya untuk membersihkan piring atau membersihkan kamar tidurnya. Lalu bagaimana laki-laki ini setelah menikah kelak?

Sudah pasti ia tidak tahan jika melihat istrinya berbeda dengan ibunya 180 derajat, dan yang pasti ia tidak akan membantu istrinya melakukan semuanya.

Menghadapi Suami Manja

Lalu apa yang seharusnya istri lakukan menghadapi suami manja seperti itu? Apakah istri harus membiarkannya dan menjadi foto copy ibunya?

Atau istri harus menyalahkannya dan menyudutkannya sebagai laki-laki manja yang lebay? Atau istri harus memaksanya dan keras kepadanya agar mau membantunya dengan perintah yang tegas?

Jika seorang istri melakukan ini semua maka sama saja dengan meletakkan kayu bakar di atas nyala api.

Namun, jika seorang istri berusaha tersenyum di depan suaminya, seraya mengambil handuk yang suami letakkan tidak pada tempatnya. Lalu berkata kepadanya, ”Suamiku yang tercinta, di sinilah hendaknya handuk diletakkan.”

Pada saat itu tentu suami akan menerima dengan lapang dada dan tidak akan menolak. Dengan berulang-ulang pasti suami akan belajar, karena kejadian yang berulang akan memberi pelajaran orang-orang yang cerdas.

Kelak, pada suatu saat suami akan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di rumahnya seperti baju, buku, kertas, dan pena memiliki tempat tersendiri.

Ketika suami telah memahami apa yang istri ajarkan, ketika ingin mengambil sesuatu yang telah ia letakkan atau yang ia butuhkan maka ia akan mengambilnya sendiri.

Ia tidak akan lagi mengajukan alasan-alasan yang lemah dan meletakkan buku dan kertas penting di atas meja kerja atau perpustakaan, tidak di ruang tamu atau di ruang makan.

Ia juga akan menggantungkan baju yang dilepas di tempatnya dan tidak digantungkan di setiap gantungan di dalam rumah.

Baca juga: Hukum Bertemu Mantan Suami

Istri yang Cerdas

Wahai istri yang mulia, engkau masih memiliki kewajiban sebelum dapat tidur tenang. Pada malam hari, kamu sebagai seorang harus menyiapkan baju yang akan suamimu kenakan esok hari sebelum berangkat kerja.

Kamu harus memasang kancing yang lepas, membersihkan kotoran dari sapu tangan dan kaus kakinya. Kamu juga harus menyetrika celana yang cocok dengan seragam kerja suami.

Janganlah kamu menunda sampai esok hari untuk melakukan semua ini. Sebab, jika suami manja mengetahui ternyata celana tidak cocok dengan baju kerjanya, apalagi masih kotor, ia bisa marah. Dan terkadang keluar kata-kata yang tidak enak engkau dengar.

Jika istri menghadapi dua hal yang berlawanan; menyiapkan pakaian dan menyiapkan sarapan. Apa yang akan istri lakukan?

Istri yang tidak cerdas akan langsung menyuruh suaminya menyiapkan sendiri pakaiannya dan ia mengurus sarapannya, sehingga suami menggerutu dan marah kepada sang istri.

Sementara itu, istri yang cerdas, dengan gerakan lincah meletakkan tungku teh, telur mata sapi dan susu di atas kompor, kemudian meminta suaminya untuk menengoknya sewaktu-waktu dan mematikan kompor saat masakan telah matang.

Sementara sang istri menyiapkan pakaian sebagaimana ibunya dan saudarinya lakukan.

Dengan cara seperti ini engkau akan mendapati seorang suami yang asalnya manja akan menerima kondisi seperti ini tanpa menggerutu, apalagi marah kepadamu.

Inilah salah satu inti hidup berumah tangga. Saling memahami keadaan pasangan, saling melengkapi kekurangan, dan saling berbagi kebaikan dengan pasangan.

Dengan demikian, akan terwujud rumah tangga yang penuh sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang). [Abu Syafiq/BersamaDakwah]

*Dikutip dari buku Kuni Aniqah karya Shafa Syamandi.