Beranda Suplemen Khutbah Jumat Khutbah Jumat Tahun Baru Hijriah: Hijrah Maknawiyah

Khutbah Jumat Tahun Baru Hijriah: Hijrah Maknawiyah

0
khutbah jumat tahun baru hijriah

Kini kita berada di Jumat pertama bulan Muharram 1444 hijriah. Masih dalam suasana tahun baru hijriah yang semangatnya adalah semangat hijrah. Karenanya, khutbah jumat tahun baru hijriah ini mengambil tema Hijrah Maknawiyah.

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ . وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Jamaah Jum’at hafidhakumullah,
Hari ini kita berada pada Jum’at pertama bulan Muharram 1444 hijriah. Jum’at pertama di tahun 1444 hijriyah. Maka, sungguh segala puji hanya milik Allah, yang telah menganugerahkan umur panjang kepada kita sehingga bisa memasuki tahun baru hijriah. Kita bersyukur kepada-Nya atas segala karunia utamanya iman dan kesehatan sehingga kita bisa menunaikan shalat Jum’at pada Jumat perdana di tahun 1444 hijriah ini.

Awalnya, umat Islam tidak memiliki penanggalan dan angka tahun. Demikian pula orang-orang Arab di waktu itu. Mereka menyebut tahun dengan peristiwa besar yang terjadi di dalamnya. Maka ada tahun gajah karena di dalamnya terjadi peristiwa pasukan gajah yang akan menyerbu ka’bah. Ada tahun fijar karena di dalamnya terjadi perang fijar. Ada pula tahun nubuwah karena tahun itu Rasulullah menerima wahyu.

Hingga kemudian, di masa kepemimpinan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, ketiadaan angka tahun membuat sebagian pejabat pemerintah kesulitan. Gubernur Basrah Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab, “Wahai Amirul Mukminin, telah datang surat Anda kepada kami tetapi kami kesulitan menindaklanjutinya. Dalam surat tersebut tertulis bulan Sya’ban, namun kami tidak tahu apakah yang dimaksud adalah Sya’ban tahun ini atau Sya’ban tahun kemarin?”

Mendapati masalah ini, Umar merasa perlu menetapkan angka tahun. Beliau lantas meminta para sahabat mengusulkan penetapan tahun. Banyak usulan waktu itu, tetapi singkatnya, Umar menerima usulan tahun pertama dalam kalender Islam adalah tahun hijrah. Maka penanggalan Islam disebut kalender hijriah. Semangatnya adalah semangat hijrah.

Makna Hijrah

Jama’ah Jumat hafidhakumullah,
Tahun pertama dalam kalender Islam adalah tahun hijrah. Yakni hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari Makkah ke Madinah. Saat itu, hijrah menjadi wajib bagi kaum muslimin sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, (QS. Surat An-Nisa’: 97)

Dan inilah makna pertama hijrah, hijrah makaniyah. Hijrah tempat. Dari Makkah ke Madinah di waktu itu. Dari darul kufur (negeri kafir) ke darul Islam (negeri Islam). Maka ketika Makkah sudah futuh dan menjadi negeri Islam, kewajiban hijrah dari Makkah itu pun terhapus. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ

Tidak ada (kewajiban) hijrah sesudah futuh (Makkah) … (HR. Bukhari dan Muslim)

Makna kedua hijrah adalah hijrah maknawiyah. Hijrah mentalitas. Inilah yang seharusnya selalu kita miliki terlebih saat momentum tahun baru hijriah seperti sekarang ini. Semangat hijrah maknawiyah.

Hijrah Maknawiyah

Hijrah maknawiyah artinya berhijrah atau meninggalkan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam riwayat Imam Bukhari:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Muslim adalah orang yang menyelamatkan semua orang muslim dari lisan dan tangannya. Dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah. (HR. Bukhari)

Secara rinci, hijrah maknawiyah ini memiliki enam bentuk:

1. Hijrah dari Jahiliyah kepada Islam

Allah mensifati kondisi jahiliyah orang-orang Arab sebelum Islam dengan istilah dhalaalun mubiin; kesesatan yang nyata. Sebagaimana firmah-Nya:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al Jumu’ah: 2)

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan, di antara bentuk kesesatan nyata yang terjadi di Makkah saat itu:

  • Menguburkan anak perempuan hidup-hidup
  • Orang kaya memeras orang miskin dengan riba
  • Menyembah berhala
  • Perang antar kabilah

Jahiliyah mutlak kini sudah tidak ada. Diutusnya Rasulullah telah mengakhiri masa itu. Namun, jahiliyah modern dalam berbagai bentuknya masih ada. Segala yang bertentangan dengan Islam adalah jahiliyah. Dan ketika seseorang meninggalkan kejahiliyahan menuju Islam, pada hakikatnya ia sedang berhijrah.

Kejahiliyahan juga bisa berupa sikap dan tutur kata. Abu Dzar Al Ghifari pernah berselisih pendapat dengan Bilal. Terpancing emosi, ia sampai mengatakan kepada Bilal, “Wahai anak wanita berulit hitam.”

Ketika Bilal mengadukan kepada Rasulullah, beliau bersabda kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, engkau telah menghinakannya dengan merendahkan ibunya. Di dalam dirimu terdapat sifat jahiliyah.”

Seketika Abu Dzar menangis. “Wahai, Rasulullah. Beristighfarlah untukku. Mintakanlah ampunan dari Allah untukku.”

Abu Dzar kemudian kepalanya di atas tanah yang dilalui Bilal. “Bilal, injak kepalaku. Injak kepalaku sebagai balasan atas perkataanku.” Namun Bilal tak melakukannya. Ia memaafkan Abu Dzar.

Jika sahabat sekelas Abu Dzar yang terpancing emosi saja dikatakan Rasulullah masih ada sifat jahiliyah, bagaimana dengan kita? Karenanya kita sangat butuh berhijrah dari segala sifat jahiliyah.

2. Hijrah dari Kekufuran kepada Iman

Kekufuran adalah lawannya iman. Orang yang meninggalkan kekufuran menuju iman, pada hakikatnya adalah orang yang berhijrah. Apapun bentuk kekufurannya.

Orang-orang jahiliyah, mereka kufur kepada Allah. Mereka meyakini Allah adalah pencipta langit dan bumi, tetapi hanya sebatas itu. Ketika minta rezeki, mereka mintanya kepada berhala. Ketika berdoa, mereka berdoanya kepada berhala. Ketika menyembelih hewan qurban, mereka mempersembahkannya untuk berhala.

Maka kita patut memeriksa bagaimana kondisi iman kita. Sudahkah kita meyakini sepenuh hati bahwa Allah Maha Pemberi rezeki. Dengannya kita merasa tenang bahwa rezeki kita sudah dijamin Allah. Maka kita selalu mengambil jalan halal dalam menjemput rezeki.

Baca juga: Sholat Dhuha

3. Hijrah dari Syirik kepada Tauhid

Latta, Manna, Uzza, Hubal. Empat berhala terbesar yang disembah pada masa Arab jahiliyah. Tetapi bukan mereka saja. Saat terjadi futuhnya Makkah, di sekeliling Ka’bah ada 360 berhala. Semuanya dihancurkan Rasulullah dan para sahabat di hari itu.

Selain di tempat pemujaan umum, tiap rumah juga memiliki berhala dari aneka bahan. Umar bin Khattab pernah tersenyum sendiri. Ketika ditanya oleh sahabat lain, ia menjawab, “Dulu kami punya berhala yang terbuat dari tepung. Ia kami sembah. Namun ketika kami lapar dan tidak menjumpai makanan, kami masak berhala itu dan kami makan.”

Maka, di antara hakikat hijrah adalah hijrah dari syirik kepada tauhid. Namun, syirik bukan hanya syirik besar. Ada syirik kecil yang berupa riya’. Ada syirik yang samar bernama syirik khafi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita untuk berdoa kepada Allah memohon perlindungan dari syirik yang jelas dan memohon ampunan dari syirik yang samar.

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُهُ

Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami memohon ampun kepada-Mu atas apa yang tidak kami ketahui. (HR. Ahmad; shahih)

4. Hijrah dari Kebatilan kepada Kebenaran

Segala hal yang bertentangan dengan Islam adalah kebatilan, sebab kebenaran (al-haq) tidak lain adalah Islam. Islam mengajarkan menutup aurat, ini adalah kebenaran. Sebaliknya, seruan untuk mengumbar aurat adalah kebatilan. Ketika kita menutup aurat, tidak lagi membuka aurat, sesungguhnya kita telah berhijrah.

Menikah adalah ajaran Islam. Laki-laki sebagai suami dan wanita sebagai istri. Maka paham yang mengajarkan perkawinan sejenis adalah kebatilan. LGBT adalah kebatilan. Meninggalkan kebatilan itu adalah hijrah.

5. Hijrah dari Maksiat kepada Ketaatan

Allah memberi kita nikmat yang sangat banyak. Namun nikmat besar itu kadang justru digunakan untuk bermaksiat kepada Penciptanya. Mata justru melihat yang haram. Telinga justru mendengar yang haram. Lisan berkata dusta, ghibah, dan menyakiti orang lain. Tangan menzalimi orang lain. Kaki melangkah ke tempat maksiat.

Padahal semua itu akan Allah mintai pertanggungjawaban.

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al Isra’: 36) 

Meninggalkan kemaksiatan menuju ketaatan adalah hijrah.

6. Hijrah dari Haram kepada Halal

“Nyari yang haram saja susah, apalagi yang halal,” demikian alasan sebagian orang yang menabrak syariat dalam mencari penghasilan. Padahal, kita mencari dengan jalan halal maupun haram, rezeki yang kita dapatkan takkan meleset dari apa yang Allah tetapkan.

Bedanya, saat kita mencari dengan cara yang halal, kita akan mendapatkan keberkahan. Sedangkan ketika kita mencari dengan cara yang haram, menjadi dosa dan dampak buruknya bisa berkepanjangan.

Meninggalkan yang haram menuju yang halal adalah hijrah. Termasuk hijrah maknawiyah.

أَقُوْلُ قَوْلِ هَذَا وَاسْتَغْفِرُوْاللَّهَ الْعَظِيْمِ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Jamaah Jum’at hafidhakumullah,
Tahun baru hijriah ini semoga menjadi momentum bagi kita untuk berhijrah secara maknawiyah. Kita hijrah dari jahiliyah kepada Islam, dari kekufuran kepada iman, dari syirik kepada tauhid, dari kebatilan menuju kebenaran, dari kemaksiatan kepada ketaatan, dari halal kepada haram.

Semoga dengan demikian Allah meridhai kita, melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, dan kelak memasukkan kita ke dalam surga-Nya.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ باَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ . رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ . رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

< Khutbah LainnyaKhutbah versi PDF >
Khutbah Jumat 2022Download

SILAKAN BERI TANGGAPAN

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini