Puasa Tarwiyah adalah salah satu puasa sunnah pada bulan Dzulhijjah. Bagaimana niat dan tata caranya? Kapan tanggal pelaksanaannya pada tahun 2024 ini? Berikut ini pembahasan lengkapnya.
Daftar Isi
Pengertian Puasa Tarwiyah dan Hukumnya
Puasa Tarwiyah adalah puasa sunnah pada tanggal 8 Dzulhijjah atau sehari sebelum puasa Arafah.
Puasa tarwiyah hukumnya sunnah ghairu muakkadah bagi kaum muslimin yang tidak sedang berhaji, namun menjadi makruh bagi kaum muslimin yang sedang berwukuf di siang hari. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Abdurrahman Al Juzairi dalam Fiqih Empat Madzhab sebagai berikut:
“Menurut madzhab Hanafi, dimakruhkan bagi jamaah haji untuk berpuasa di hari Arafah apabila puasa tersebut membuat tubuhnya menjadi lemas, begitu pula dengan puasa Tarwiyah yaitu berpuasa pada tanggal delapan Zulhijjah.”
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ تِسْعًا مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ
Dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berpuasa pada sembilan hari bulan Dzulhijjah, hari Asyura, dan tiga hari setiap bulan yakni Senin awal bulan dan dua Kamis. (HR. An-Nasa’i; shahih)
Baca juga: Puasa Senin Kamis
Tata Cara Puasa Tarwiyah
Tata cara puasa Tarwiyah sama dengan tata cara puasa pada umumnya, yaitu:
1. Niat
Niat puasa Tarwiyah sebaiknya pada malam hari, sebelum terbit fajar. Namun, karena ini adalah puasa sunnah, jika terlupa, boleh niat di pagi hari asalkan belum makan apa-apa dan tidak melakukan hal apa pun yang membatalkan puasa. Hal ini berdasarkan hadits bahwa Rasulullah pernah puasa sunnah dengan niat di waktu pagi seperti pada hadits berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ. فَقُلْنَا لاَ. قَالَ فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ. ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا . فَأَكَلَ
Dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari lantas beliau bertanya, “Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kami pun menjawab, “Tidak ada.” Beliau pun bersabda, “Kalau begitu saya puasa.” Kemudian di hari lain beliau menemui kami, lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan hays (jenis makanan berisi campuran kurman, samin dan tepung).” Lantas beliau bersabda, “Berikan makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat puasa.” Lalu beliau menyantap makanan tersebut. (HR. Muslim)
2. Makan Sahur
Makan sahur merupakan salah satu sunnah puasa. Dengan demikian, orang yang makan sahur mendapatkan pahala sedangkan yang tidak makan sahur, misalnya karena bangunnya terlambat, puasanya tetap sah.
Baca juga: Doa Sahur
3. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan
Yakni menahan diri dari makan, minum, berhubungan badan, dan hal-hal lainnya yang dapat membatalkan puasa. Mulainya sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
4. Berbuka
Berbuka puasa sebagaimana puasa pada umumnya. Buka puasa ini waktunya ketika matahari terbenam, yakni saat masuknya waktu shalat Maghrib. Menyegerakan puasa merupakan salah satu sunnah puasa.
Baca juga: Doa Buka Puasa
Niat Puasa Tarwiyah
Di dalam hadits, tidak ada lafadz niat puasa Tarwiyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat biasa mengerjakan amal dengan niat tanpa melafadzkannya.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Melafadzkan niat bukanlah syarat, tetapi ia sunnah menurut jumhur ulama selain mazhab Maliki dengan maksud membantu hati dalam menghadirkan niat. Sedangkan menurut mazhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafalkan niat karena tidak bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lafadz niat puasa Tarwiyah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
(Nawaitu shouma tarwiyata sunnatan lillaahi ta’aalaa)
Artinya:
Saya niat puasa Tarwiyah, sunnah karena Allah Ta’ala
Baca juga: Puasa Ayyamul Bidh
Puasa Tarwiyah 2024 Jatuh pada Tanggal Berapa
Waktu puasa Tarwiyah adalah tanggal 8 Dzulhijjah atau satu hari sebelum waktu wukuf jamaah haji. Nah, inilah yang menjadi pertanyaan banyak kaum muslimin pada tahun 2024 ini. Pasalnya, Pemerintah memutuskan Idul Adha di Indonesia jatuh pada Senin, 17 Juni 2024. Demikian pula Muhammadiyah. Artinya, tanggal 9 Dzulhijjah 1445 di Indonesia menurut Pemerintah dan Muhammadiyah bertepatan dengan Ahad, 16 Juni 2024. Sedangkan jamaah haji wukuf di Arafah pada Sabtu, 15 Juni 2024.
Lalu, kapan puasa Tarwiyah kita sebagai umat Islam yang tinggal di Indonesia? Apakah ikut Arab Saudi Jumat 14 Juni 2024 atau tanggal 15 Juni 2024 sebagaimana Pemerintah dan Muhammadiyah?
Dalam hal ini ada dua pendapat ulama. Pertama, mengikuti waktu wukuf di arafah. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Komite Fatwa Arab Saudi (Lajnah Daimah).
“Hari arafah adalah hari ketika kaum muslimin melakukan wukuf di Arafah. Puasa hari arafah sunnah bagi orang yang tidak melakukan haji. Karena itu, jika anda ingin puasa hari arafah, maka anda bisa melakukan puasa di hari itu (hari wukuf). Dan jika anda puasa sehari sebelumnya (tarwiyah), tidak masalah.”
Kedua, sesuai tanggal 8 Dzulhijjah di negeri masing-masing. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Syaikh Utsaimin. Ia memfatwakan:
“Ketika di Mekah hilal terlihat lebih awal dari pada negara lain, sehingga tanggal 9 di Mekah, posisinya tanggal 8 di negara tersebut, maka penduduk negara itu melakukan puasa tanggal 9 menurut kalender setempat, yang bertepatan dengan tanggal 10 di Mekah. Inilah pendapat yang kuat. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apabila kalian melihat hilal, lakukanlah puasa dan apabila melihat hilal lagi, jangan puasa.’”
Baca juga: Puasa Daud
Keutamaan Puasa Tarwiyah
Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara spesifik menyebut puasa tarwiyah, puasa ini memiliki keutamaan karena beberapa hal. Pertama, karena Rasulullah berpuasa sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah sebagaimana hadits di atas.
Kedua, termasuk amal shalih pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah yang keutamaannya luar biasa. Yakni sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidak ada hari-hari di mana amal shalih lebih Allah cintai melebihi hari-hari ini, yakni 10 hari (pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya tetapi tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Demikian puasa Tarwiyah. Untuk puasa Arafah yang keutamaannya menghapus dosa dua tahun, silakan baca di artikel Puasa Arafah. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]