Beranda Suplemen Renungan Berat dan Berlikunya Perjuangan Rezeki

Berat dan Berlikunya Perjuangan Rezeki

0

Seorang manusia benar-benar tidak mengetahui di mana lokasi rezeki yang akan diberikan kepadanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana proses diberikannya. Akan tetapi, yakinilah satu hal, rezeki pasti mengetahui di mana posisi tuannya, berapa jumlahnya, dan bagaimana cara yang harus ditempuh dalam mendatangi tuannya.

Kadang, jalannya berliku dan berat. Bahkan, ianya sama sekali tak pernah terpikirkan oleh logika manusia yang amat terbatas. Bagi orang yang beriman, proses-proses seperti ini akan membuat dirinya semakin yakin kepada Allah Ta’ala. Namun, orang-orang kafir hanya menganggapnya sebagai proses alami yang layak dia terima.

Laki-laki ini menempuh perjalanan ratusan kilometer dari salah satu kota di provinsi Banten. Setelah  melewati DKI Jakarta dan sebagian kota Jawa Barat, sampailah ia di pinggiran pantai utara yang sudah masuk ke wilayah Jawa Tengah.

Tunai menikmati perjalanan malam di sebuah bus cepat, sampailah ia di kotanya, tepat pada dini hari. Ia pun melanjutkan perjalanan sekitar sepuluh kilometer hingga mendarat dengan selamat di kampungnya ketika mentari sudah mulai bertugas.

Tak lama kemudian, dengan motor bututnya, ia yang belum rehat sepenuhnya itu berinisiatif mengantarkan salah satu adiknya yang bersekolah di tingkat menengah atas. Berdua menikmati pagi di kampung yang bersih dan segar udaranya, kakak beradik itu terlihat mesra. Melepas rindu lantaran lama tak bersua.

Sampai di sekolah si adik, si kakak pun bergegas pulang melalui jalan lain. Nostalgia, pikirnya kala itu. Dengan siulan penuh syukur, laki-laki yang belum genap tiga puluh tahun ini memacu kendaraannya. Pelan.

Berselang sepuluh menit dari sekolah adiknya, ketika jarak yang ditempuh hampir lima kilometer, motor pun berhenti. Mendadak. Si pemuda pun turun. Memeriksa. Instingnya pun tertuju pada pengukur bahan bakar kendaraan. Angka nol. Bensin habis.

Guna memastikan, ia pun membuka jok, lalu memutar tutup tangki bahan bakar. Kering. Dengan senyum getir, pemuda pun melirik ke arah langit. Bisiknya, “Allah Ta’ala pasti punya maksud.”

Motor pun didorong dengan sesekali bertanya kepada penduduk dan orang yang lewat, “Pak, Bu, penjual bensin di mana ya?” Yang ditanya pun menunjuk ke satu arah sembari berkata, “Sekitar lima ratus meter dari sini.”

Bersimbah keringat sehat di pagi itu, sang pemuda pun tiba di depan gubuk penjual bensin. Sempat berteriak memanggil, ibu-ibu penjual pun bergegas dengan tanya antusias, “Pinten liter, Mas?” Berapa liter, Mas? Demikian makna tanya yang disampaikan dengan Bahasa Jawa itu.

Si pemuda pun menyebut angka yang dia hajatkan. Segera diisi. Lalu pembayaran. Tunai. Selesai.

Bagi sebagian kita, kejadian ini terlihat biasa-biasa saja. Padahal, Allah Ta’ala Berkehendak memberikan rezeki kepada ibu-ibu penjual bensin itu dengan cara yang unik dan perjuangan pelik sang rezeki. Meski jumlahnya tak lebih dari dua puluh ribu rupiah, rezeki itu harus menempuh ratusan kilometer dengan bus cepat, puluhan kilometer melalui sepeda motor, dan ratusan meter dengan jalan kaki. Sebuah perjalanan amat panjang nan berliku, jika dilihat dari kaca mata orang yang beriman.

Jika tak percaya, coba pikirkan masak-masak, “Cabai yang digunakan oleh istri Anda untuk memasak siang tadi, asalnya dari mana?” Apakah kita tidak berpikir dan enggan bersyukur? [Pirman/Bersamadakwah]