Sang paman amat bergembira ketika keponakannya lahir ke dunia. Apalagi, ayahnya telah tiada. Anak semata wayang itu pun dianggap sebagai jelmaan sang ayah, saudara kandungnya. Laki-laki ini termasuk tampan, bercahaya, dan mukanya bagus. Saking bahagianya, sang paman juga mengirimkan seorang ibu susu bernama Tsuwaibah untuk keponakannya itu.
Seiring berjalannya masa, cinta sang paman berubah menjadi benci. Sang keponakan diberi wahyu, diutus sebagai Utusan Allah Ta’ala. Sang paman kalap, keponakannya dianggap telah menyimpang dari ajaran nenek moyang.
Lepas itu, sang paman selalu mengikuti ke mana pun keponakannya pergi untuk menghasut siapa pun yang ditemui. Kepada khalayak, sang keponakan disebut sebagai ‘pendusta’, ‘tukang sihir’, dan julukan buruk lainnya.
Pun ketika ada orang-orang asing yang datang berhaji, lalu ada yang bertanya terkait keponakannya, sang paman senantiasa berkata agar mereka tak percaya lantaran keponakannya hanya pendusta, hanya tukang sihir.
Suatu hari, sang keponakan mengumpulkan berbagai kabilah di Makkah. Beliau menyebut nama masing-masing kabilah, lalu yang dipanggil pun berkumpul. Setelah ramai orang-orang berkerumun, sang keponakan menyampaikan misinya.
“Andai aku berkata, di balik bukit ada segerombolan pasukan yang hendak menyerang kita, adakah kalian percaya kepadaku?” tanya sang keponakan.
“Sungguh,” jawab mereka, “kami tiada pernah mendapati dirimu berkata bohong.”
“Aku beri peringatan kepadamu,” lanjut sang keponakan yang tak lain adalah al-Musthafa Muhammad bin Abdullah, “di hadapan saya, ada azab besar dari Rabb yang mengancam kalian semua.”
Tatkala orang-orang dari kabilah lain tengah berpikir dalam keheningan, muncullah suara teriakan keras bernada penentangan. “Apa hanya karena berita ini kau mengumpulkan kami?” Pungkas sang laki-laki yang tak lain adalah sang paman, “Anak celaka!”
Bukan main, penolakan dan kalimat kasar sang paman langsung direspon oleh langit. Allah Ta’ala menurunkan firman yang bermakna, “Celakalah kedua tangan Abu Lahab. Celakalah dia!” Dalam surat ke-seratus sebelas yang berlanjut hingga lima ayat, semuanya menyebutkan soalan sang paman dan istrinya; dijamin celaka, musnah dan sia-sia harta dan pekerjaannya, dijamin neraka, dan julukan-julukan buruk lain yang langsung berasal dari Allah Ta’ala.
Mendengar turunnya ayat ini, sang istri yang bernama Arwa, seorang wanita berparas cantik, mencari-cari sang keponakan yang kala itu tengah berada di masjid. “Apakah engkau melihat Muhammad?” tanya sang wanita yang menyertakan batu di tangannya untuk memukul. “Jika melihatnya,” lanjut sang wanita penuh emosi, “aku akan memukul wajahnya dengan batu ini.”
Istri dari pamannya itu pun berlalu. Padahal sosok yang dicari ada di hadapannya. “Apakah dia tidak melihatmu, wahai Kekasih Allah?” tanya sang sahabat yang tak lain adalah Abu Bakar ash-Shiddiq. Jawab sang baginda, “Dia tidak melihatku. Allah Ta’ala menutup wajahnya dari keberadaanku.”
Akhirnya, sang paman meninggal dunia dalam keadaan konyol karena mendengar kekalahan kaumnya dalam perang Badar al-Kubra.
Malangnya. Amat disayangkan. Suami tampan dan istri yang cantik ini terjamin celaka. Keduanya pasti dimasukkan ke dalam neraka-Nya Allah Ta’ala.
Semoga kita terlindung dari fitnah-fitnah sejenis Abu Lahab ini, orang yang dekat dengan kebaikan tapi menolaknya, lalu menjadi pendukung dalam keburukan dan mematikan kebaikan. Bertambah pedih sebab dia menyertakan istrinya dalam proyek keburukannya itu.
Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]
mereka berdua adalah selebriti nya para selebriti di neraka
Komentar:kemulyaan dan keselamatan seorang manusia bukan sebab dia kaya, paras wajah tampan/cantik, keturunan dan banyaknya ilmu. Tapi pada sebab iman dan taqwa
Komentar ditutup.