Beranda Dasar Islam Hukum Berperang Pada Bulan-bulan Haram (Bagian 2)

Hukum Berperang Pada Bulan-bulan Haram (Bagian 2)

0
Gurun (hdw)

Lanjutan dari Hukum Berperang Pada Bulan-bulan Haram

Sebagian ulama menyebutkan, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengepung Thaif pada bulan Syawal.

Ketika memasuki bulan Dzulqa’dah, beliau istirahat dan tidak memerangi orang-orang kafir, tetapi hanya mengepung mereka kemudian kembali ke tempat semula.

Begitu pula pada saat umrah pada peristiwa perjanjian Hudaibiyah, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak berperang.

Hingga mendengar kabar bahwa Utsman Radhiyallahu Anhu dibunuh, maka beliau membaiat para shahabat untuk berperang.

Tetapi, setelah jelas bahwa isu itu tidak benar, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengurungkan niat untuk memerangi kaum kafir.

Jumhur ulama berdalil, bahwa para shahabat sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sibuk mengadakan perluasan wilayah ke berbagai negeri dan melanjutkan jihad.

Tidak pernah dinukil sebuah riwayat bahwa satu dari mereka berhenti perang, sementara ia telah berniat untuk jihad pada bulan-bulan haram.

Ini menunjukkan kesepakatan mereka tentang dihapusnya hukum berperang pada bulan tersebut. Wallahu A’lam.

Abdullah bin Amru bin Al-Ash menyebutkan keajaiban dunia yang terjadi pada bulan-bulan haram.

Di tanah bekas kaum Ad terdapat tiang-tiang dari tembaga, di atasnya terdapat pohon dari tembaga. Jika datang bulan-bulan haram, maka akan menetes air pada tiang-tiang itu.

Penduduk di sana mengisi telaga mereka dengan air itu, memberikan minum ternak-ternak dan menyirami tanaman mereka.

Jika bulan-bulan haram telah berlalu, tiba-tiba air itu berhenti.

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “dan Rajab Mudhar.

Bulan ini dinamakan Rajab karena bulan ini diagungkan. Demikianlah yang dikatakan oleh Al-Ashma’i, Al-Mufadhdhal, dan Al-Farra`.

Ada yang mengatakan karena malaikat mengagungkan Allah dengan bertasbih dan bertahmid di dalamnya.

Berkenaan dengan hal ini terdapat hadits marfu’ menurut sebuah riwayat, tetapi kenyataannya hadits itu adalah palsu (maudhu’).

Adapun penisbatannya kepada Mudhar, menurut sebuah pendapat adalah karena kabilah Mudhar sangat mengagungkan dan memuliakannya sehingga dinisbatkan bulan itu kepada mereka.

Ada pula yang mengatakan, karena Bani Rabi’ah mengharamkan bulan Ramadhan, sedangkan Bani Mudhar mengharamkan bulan Rajab, maka dinamakan Rajab Mudhar.

Ini ditegaskan dengan kalimat dalam hadits, “Yang ada di antara Jumada Tsani dan Sya’ban.

Kesimpulan

Meskipun ulama berbeda pendapat tentang larangan berperang di bulan-bulan haram, apakah masih berlaku atau tidak, maka pendapat yang lebih hati-hati adalah bahwa berperang di bulan-bulan haram tersebut. Wallahu A’lam.

Disarikan dari kitab Latha`if Al-Ma’arif Fima Lil Mawasim Min Wazha`if karya Ibnu Rajab Al-Hanbali.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]