Abdullah bin Umar adalah salah seorang sahabat Nabi yang tercatat tinta emas sejarah karena keteladanannya dalam konsistensi meneladani sunnah Rasulullah dan mengikuti jejak Nabi.
Ibnu Umar, demikian sapaan umumnya, lahir dari keluarga terhormat. Ia adalah putra dari Umar bin Khattab, khalifah kedua setelah Abu Bakar as-Shiddiq. Ibunya, Zainab binti Mazh’un, berasal dari keluarga yang dihormati, sementara saudarinya, Hafshah, merupakan istri Rasulullah.
Daftar Isi
Masuk Islam Sebelum Baligh
Abdullah bin Umar telah memeluk Islam sejak masih belia, mengikuti jejak ayahnya. Ketika masuk Islam, Umar segera mengajak Abdullah yang usianya belum lewat tujuh tahun untuk menghadap Rasulullah dan bersyahadat di depan beliau.
Walau Abdullah memeluk Islam bersamaan dengan Umar atau beberapa jam setelahnya, ia lebih dahulu berhijrah ke Madinah. Fakta ini sering kali menimbulkan anggapan keliru bahwa Abdullah lebih dahulu memeluk Islam daripada ayahnya.
Seperti halnya para sahabat yang bersemangat dalam menyebarkan Islam, Abdullah muda pun memiliki hasrat yang besar untuk membela agama ini. Ketika Perang Badar dan Perang Uhud berlangsung, Abdullah berkeinginan kuat untuk ikut serta. Namun, usianya yang masih terlalu muda membuat Rasulullah tidak mengizinkannya terlibat dalam pertempuran.
Meskipun demikian, semangat jihad dan keinginannya untuk meraih kesyahidan tetap membara dari masa ke masa. Perang pertama yang ia ikuti adalah Perang Khandaq, di mana ia berhasil menunjukkan loyalitas dan keberaniannya dalam mempertahankan Islam.
Sejak saat itu, Ibnu Umar mengikuti perang-perang berikutnya. Ia ikut mengepung Yahudi Bani Quraizhah. Tak ketinggalan, ia juga ikut Perjanjian Hudaibiyah. Lalu mengikuti Perang Khaibar.
Baca juga: Abdullah bin Salam
Meneladani Nabi dalam Setiap Aspek Kehidupan
Abdullah bin Umar adalah sosok yang sangat taat dalam mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Segala tindakan dan sikap hidupnya mencerminkan keteladanan dari Nabi.
Abdullah mempraktikkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam hal-hal kecil. Misalnya, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan pentingnya sholat tahajud, Abdullah dengan penuh kesadaran meluangkan waktunya untuk bangun di malam hari dan melaksanakan ibadah ini. Ia bahkan sering menangis dalam shalat malamnya, merasakan kedekatan dengan Allah dan merenungi segala dosa dan kekurangan dirinya sebagai hamba.
Ketekunan Abdullah bin Umar dalam beribadah serta sifat zuhudnya menjadi ciri khas yang melekat pada pribadinya. Malik bin Anas pernah menggambarkan Abdullah sebagai salah satu imam umat Muslim yang senantiasa memberikan fatwa dan nasihat sesuai dengan ajaran Nabi.
Selama lebih dari enam puluh tahun, Abdullah bin Umar menjadi ahli fiqih yang banyak memberikan fatwa, khususnya selama musim haji. Ia menyampaikan pentingnya menebarkan kebaikan dengan cara yang mudah, yaitu melalui senyum dan perkataan yang lembut, sehingga umat mencintainya.
Baca juga: Abdullah bin Rawahah
Sikap Zuhud dan Kesederhanaan
Kisah-kisah hidup Ibnu Umar juga mencerminkan sifat zuhud yang begitu dalam. Abdullah hidup dengan sangat sederhana, bahkan konon ia tidak pernah merasa kenyang selama hidupnya, karena berusaha menahan diri dari nafsu duniawi.
Suatu ketika, seorang sahabat membawakan makanan untuknya dan berkata bahwa itu adalah “obat untuk mengenyangkan perut”. Abdullah tersenyum dan menjawab bahwa selama empat puluh tahun, ia belum pernah merasa kenyang. Hal ini menunjukkan tingkat keikhlasan dan ketulusan Abdullah dalam menjalani hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.
Abdullah bin Umar pernah membeli budak bernama Nafi’ dari Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib. Abdullah bin Ja’far bertanya, “Mau kau apakan budak ini?”
“Kumerdekakan hari ini juga,” jawab Ibnu Umar.
Beberapa waktu kemudian, Ibnu Umar memerdekakan seorang budak perempuan cantik lagi berakhlak mulia. Sebenarnya, Ibnu Umar mencintainya. Tetapi, ia justru memerdekakan budak itu dan menikahkannya dengan Nafi’.
Ibnu Umar sangat berhati-hati menjaga lisan. Ia tidak pernah marah kepada budaknya. Hanya sekali ia marah karena tindakan budaknya memang kelewatan. Setelahnya, Ibnu Umar merasa menyesal lalu memerdekakan budak tersebut.
Baca juga: Abdullah bin Mas’ud
Kiprah Ibnu Umar di Medan Perang
Selain kesalehannya dalam ibadah, Abdullah bin Umar juga turut berperan dalam berbagai peperangan bersama kaum Muslim. Ia mengikuti Perang Ahzab, Perang Khaibar, Perang Mu’tah, Perang Yarmuk, Perang Yamamah, Perang Qadisiyah, dan lain-lain. Pada Perang Yamamah, ia ikut berjuang bersama pamannya, Zaid bin Khattab. Keberaniannya dalam berjihad menegaskan komitmennya untuk berjuang di jalan Allah.
Namun, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, ketika terjadi fitnah antara Ali dan Muawiyah, Abdullah bin Umar memilih sikap yang bijak dengan menghindari konflik. Meski memiliki kesempatan untuk terlibat dalam peperangan tersebut, ia memilih mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertumpahan darah sesama Muslim.
Meskipun demikian, di akhir hayatnya, Abdullah sempat merasa menyesal karena tidak turut serta berjuang di pihak Ali melawan kelompok yang zalim. Penyesalan ini menunjukkan betapa Abdullah sangat menghargai keadilan dan kebenaran.
Baca juga: Abdullah bin Hudzafah As Sahmi
Wafatnya Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar hidup sekitar 80 tahun sehingga menyaksikan berbagai dinamika yang terjadi pada umat Islam. Sejak bersama Rasulullah, lalu Khulafaur Rasyidin, hingga menyaksikan bagaimana kondisi umat pada masa kekhalifahan Bani Umayyah.
Sekitar tahun 60 hijriyah, seorang panglima Daulah Bani Umayyah bernama al-Hajjaj bin Yusuf mengirim seseorang untuk membunuhnya dengan tombak beracun. Tusukan tombak itulah yang menjadi penyebab kematian Ibnu Umar.
Dengan wafatnya Abdullah, umat Muslim kehilangan salah satu tokoh penting yang telah menghabiskan hidupnya untuk membela Islam dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Baca juga: Abdullah bin Jubair
Hikmah Kisah Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar meninggalkan legacy besar bagi umat Islam. Terutama dalam hal keilmuan. Ia meriwayatkan 2.630 hadits, menempatkannya sebagai posisi kedua sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Komitmennya terhadap sunnah benar-benar luar biasa. Ibnu Umar terkenal sebagai pengikut jejak Nabi. Bukan hanya dalam artian ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara umum, bahkan ketika Rasulullah berjalan, Ibnu Umar mengikuti jejak langkah beliau. Di mana kaki Rasulullah menginjak tanah, di situ pulalah kemudian kaki Sahabat Nabi ini menginjak bumi.
Sifat zuhud, keteladanan dalam ibadah, kesederhanaan, dan kecintaan Ibnu Umar pada ilmu dan ajaran Islam menjadi contoh nyata bagi setiap Muslim yang ingin memperkuat keimanannya. Ia menunjukkan bahwa ketekunan dalam ibadah, sikap rendah hati, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan adalah kunci untuk mendekatkan diri pada Allah.
Keteladanan Abdullah bin Umar dalam menghidupkan sunnah Rasulullah dan mengamalkan Islam dengan penuh kesungguhan menjadi inspirasi bagi generasi Muslim dari masa ke masa. Warisannya sebagai seorang sahabat Nabi dan seorang yang shaleh akan terus hidup dalam sejarah Islam dan menjadi contoh teladan bagi setiap Muslim yang ingin mengikuti jejaknya dalam menjalani kehidupan yang penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. [Yahya Haniya/BersamaDakwah]
Referensi:
- Nafahat ‘Athrifah fi Sirah Shahabat karya Syeh Muhammad Raji Hasan Kinas
- Ashabu ar-Rasul karya Syekh Mahmud Al-Mishri
- Syabab Haula ar-Rasul karya Fathi Fawzi Abd al-Mu’thi
- Umar bin Al-Khattab karya Syekh Ali Muhammad ash-Shalabi