Al-Qur`an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah Ta’ala kepada nabi terkahir, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sudah merupakan kewajiban bahwa membaca, menghayati, mengamalkan dan mengajarkan isi Al-Qur`an menjadi aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh seorang muslim.
Namun demikian, banyak pula yang enggan melakukannya bahkan mengabaikannya. Terkait sikap mengabaikan Al-Qur`an ini, Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitabnya Al-Fawaid mengategorikannya menjadi 4 macam sebagai berikut:
Pertama, mengabaikan Al-Qur`an dalam hal beriman kepadanya dan mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Kedua, mengabaikan Al-Qur`an dalam hal berhukum kepadanya, baik pada pokok-pokok agama maupun cabang-cabangnya.
Begitu juga, sikap meyakini bahwa isi kandungan Al-Qur`an tidak pasti, dalilnya adalah perkataan belaka, dan tidak ada ilmu yang bisa diambil darinya.
Ketiga, mengabaikan Al-Qur`an dalam hal menghayatinya, memahaminya dan mengetahui maksud ayat-ayatnya.
Keempat, mengabaikan Al-Qur`an dalam hal menjadikannya sarana mendapatkan kesembuhan dan obat dari segala macam penyakit hati namun justru mencari kesembuhan dan obat dari selain Al-Qur`an.
Semua yang telah disebutkan termasuk apa yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala,
وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
“Dan Rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini diabaikan.”(QS. Al-Furqan: 30).
Termasuk dalam hal mengabaikan Al-Qur`an adalah berat hati terhadap Al-Qur`an.
Terkadang rasa tersebut berupa keraguan terhadap penurunan Al-Qur`an sebagai kebenaran yang datang dari Allah Ta’ala, kadang kala ragu kepada Allah yang telah menurunkannya dan menganggap Al-Qur`an adalah makhluk ciptaan Allah Ta’ala –jika seseorang ragu dengan perkataan Allah tentu secara logis dia juga akan ragu pada perkataan orang lain –.
Terkadang sikap mengabaikan Al-Qur`an itu datang pada diri seseorang berupa keraguan, apakah Al-Qur`an cukup atau tidak? Sehingga ia mengatakan Al-Qur`an tidak cukup bagi para hamba sebagai kitab suci, dengan demikian membutuhkan logika, persepsi atau politik untuk melengkapi kekurangan tersebut.
Terkadang juga, ada orang yang ragu terhadap kebenaran isi dan kandungan Al-Qur`an. Ada pula yang ragu apakah hukum sesuatu berlaku juga dengan hal yang serupa pada saat sekarang, atau itu cuma sebagai contoh pada saat Al-Qur`an diturunkan saja.
Orang yang merasakan hal itu adalah orang yang merasa berat hati terhadap Al-Qur`an dan mereka tahu serta merasakan hal tersebut di dalam dada mereka.
Tidak ada seorang munafik, kecuali di dalam hatinya ada perasaan berat hati terhadap Al-Qur`an. Camkanlah maksud dari perkataan ini, selanjutnya terserah kepada Anda.
Semoga kita terjauh dari sikap mengabaikan Al-Qur`an. Aamiin.
Demikian kami kutip dari tulisan Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim dalam Durus Al-Am. Semoga bermanfaat.
[Abu Syafiq/BersamaDakwah]