Beranda Tazkiyah Tazkiyatun Nafs Pengertian Tawakal dan Ayat Hadits yang Menjelaskannya

Pengertian Tawakal dan Ayat Hadits yang Menjelaskannya

0
pengertian tawakal

Salah satu karakter atau akhlak seorang muslim adalah tawakal. Apa itu tawakal sehingga Allah memerintahkan dan menjadikannya sebagai karakter mukmin sejati? Ini pengertian tawakal baik secara bahasa maupun istilah beserta penjelasannya.

Pengertian Tawakal secara Bahasa

Tawakkal atau tawakal (توكل) berasal dari kata wakala (وكل) yang artinya menyerahkan, mempercayakan, atau mewakilkan urusan kepada orang lain.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam Minhajul Qashidin menjelaskan, tawakal (توكل) berasal dari kata al-wakalah (الوكالة) yang artinya menyerahkan urusan. Kalimat Wakkal Fulan amrahu ilal Fulan (وكل فلان أمره الى الفلان) artinya Fulan yang pertama menyerahkan urusannya kepada Fulan yang kedua serta bersandar kepadanya dalam urusan ini.

Pengertian Tawakal secara Istilah

Menurut Syekh Ahmad Farid dalam Tazkiyatun Nafs, tawakal adalah penyandaran hati secara benar kepada Allah untuk meraih banyak maslahat (kebaikan) dan menolak bahaya dalam perkara-perkara dunia dan akhirat.

Beliau menambahkan, hakikat tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allah semata, percaya kepada-Nya semata, senang kepada-Nya semata, dan tenang dengan-Nya semata. Karena, ia tahu bahwa kebutuhan, keberhasilan, urgensi, dan semua kebaikan ada di tangan-Nya semata, tidak di tangan selain-Nya.

Tawakal bukanlah pasrah tanpa ikhtiar. Pernah seseorang bertawakal dengan membiarkan untanya di halaman Madinah. Rasulullah meluruskan sikap orang tersebut dengan menyuruhnya mengikat untanya terlebih dahulu kemudian bertawakal.

Dengan demikian, pengertian tawakal secara istilah adalah sikap menyerahkan segala urusan dan hasil akhir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah melakukan usaha atau ikhtiar secara maksimal.

Baca juga: Pengertian Puasa

Penjelasan Pengertian Tawakal

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, tawakal merupakan ungkapan tentang penyandaran hati kepada yang diwakilkan. Manusia tidak bisa disebut tawakal kepada selainnya kecuali setelah dia bersandar kepadanya dalam beberapa hal, yaitu dalam masalah simpati, kekuatan, dan petunjuk.

Lalu beliau menjelaskan: “Jika hatimu sudah merasa mantap bahwa tidak ada yang bisa berbuat kecuali Allah semata, jika engkau sudah yakin bahwa ilmu, kekuasaan dan rahmat-Nya sempurna, di belakang kekuasaan-Nya tidak ada kekuasaan lain. Di belakang ilmu-Nya tidak ada ilmu lain, di belakang ratmat-Nya tidak ada rahmat lain, berarti hatimu sudah bertawakal hanya kepada-Nya semata dan tidak menengok kepada selain-Nya.

Jika engkau tidak mendapatkan keadaan yang seperti ini di dalam dirimu, maka ada satu di antara dua sebab, entah karena lemahnya keyakinan terhadap hal-hal ini, entah karena ketakutan hati yang disebabkan kegelisahan dan kebimbangan yang menguasainya. Hati menjadi gelisah tak menentu karena adanya kebimbangan, sekalipun masih tetap ada keyakinan. Siapa yang menerima madu lalu dia membayangkan yang tidak-tidak tentang madu itu, tentu dia akan menolak ntuk menerimanya.”

Tawakal bukanlah sikap menyerah. Sebagaimana Rasulullah menyuruh seseorang untuk mengikat untanya, tawakal adalah kondisi hati menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah melakukan ikhtiar semaksimal mungkin.

Setelah unta tersebut terikat, barulah kita bertawakal apakah ia akan lepas atau tidak. Kalau pun lepas, hati kita sudah menyerahkannya kepada Allah dan kita sudah mendapatkan pahala atas ikhtiar dan tawakal kita. Sebaliknya, jika kita tidak mengikat unta lalu mengatakan tawakal, jika unta itu lepas, itu adalah kesalahan kita.

Demikian pula motor, pelu kita kunci kalau perlu kunci ganda. Demikian pula tentang ujian sekolah atau kuliah, kita harus tetap berikhtiar semaksimal mungkin dengan giat belajar. Masalah hasil atau nilainya, kita bertawakal kepada Allah.

Jadi, tawakal tidak menghilangkan sikap proaktif. Tawakal tidak berarti meniadakan ikhtiar. Termasuk dalam masalah pekerjaan. Kita berusaha semaksimal mungkin, sedangkan hati kita menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Keutamaan Tawakal

Tawakal memiliki banyak keutamaan. Kita bisa mendapatinya dalam Al-Qur’an maupun hadits. Antara lain empat keutamaan tawakal sebagai berikut:

1. Perintah Allah

Tawakal adalah perintah Allah. Maka, ketika kita bertawakal, Allah akan memberikan pahala kepada kita.

وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS. Ali Imran: 122)

Baca juga: Khauf dan Raja’

2. Karakter mukmin sejati

Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan istilah mu’minuuna haqqa. Yakni orang-orang yang benar-benar beriman atau mukmin sejati. Salah satu karakternya adalah bertawakal kepada Allah.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (QS. Al Anfal: 2)

3. Allah memberi kecukupan

Allah telah menetapkan dalam Al-Qur’an bahwa Dia akan memberikan kecukupan kepada hamba-Nya yang bertawakal.

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

..Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya… (QS. Ath-Thalaq: 3)

4. Allah menganugerahkan rezeki

Allah telah menetapkan dalam Al-Qur’an bahwa Dia akan memberikan kecukupan kepada hamba-Nya yang bertawakal.

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

Andaikan kalian bertawakal kepada Allah dangan sebenar-benar tawakal, niscaya Dia akan menganugerahkan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia menganugerahkan rezeki kepada burung. Mereka pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, lalu kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang. (HR. Ibnu Majah; shahih)

Demikian pengertian tawakal secara bahasa dan istilah, penjelasannya, dan keutamaan berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadits shahih. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

SILAKAN BERI TANGGAPAN

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini