Banyak ulama menilai Sunan Abu Dawud menduduki peringkat ketiga dalam kutubus sittah, setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Ulama-ulama tersebut antara lain Imam Adz-Dzahabi, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, dan Imam As-Suyuthi. Oleh karena itu, penting bagi kita mengenal Imam Abu Dawud.
Ulama hadits abad modern juga mendudukkan Sunan Abu Dawud sebagai kitab hadits tershahih ketiga. Misalnya Prof. Khalid Al-Hazimi dan Dr. Mahmud Ath-Thahhan.
Daftar Isi
Nama dan Tempat Tanggal Lahir Abu Dawud
Nama Imam Abu Dawud adalah Sulaiman bin Al-Asy’at bin Syidad bin Amr bin Imran. Ia lahir pada tahun 202 H atau 817 M di Sijistan (Sekarang Sistan, Iran Timur).
Saat itu, dunia Islam berada pada masa Daulah Bani Abbasiyah dengan khalifahnya Al-Ma’mun bin Harun Ar-Rasyid yang memerintah sejak Muharram 194 H hingga Rajab 218 H.
Jadi, Abu Dawud lahir 8 tahun setelah lahirnya Imam Bukhari, 2 tahun sebelum lahirnya Imam Muslim. Sedangkan penyusun kutubus sittah yang lain, lahir setelah beliau. Bahkan, Imam An-Nasa’i dan Imam Tirmidzi adalah murid beliau.
Masa Kecil dan Masa Muda
Sejak kecil, Sulaiman suka belajar. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang shalih dan lingkungan masyarakat yang sedang mencintai pengetahuan. Saat itu adalah era fikih dan hadits. Juga era pengetahuan yang berpusat di Bagdad.
Banyak orang mengetahui kecerdasan Sulaiman. Di usia yang masih belia, kemampuan menghafalnya luar biasa. Potensi itulah yang kelak membuatnya bersinar sebagai seorang ulama ahli hadits.
Sebagaimana tradisi para ulama, Sulaiman hafal Al-Qur’an sejak kecil. Ia juga belajar hadits dan ilmu lainnya. Namun, dari sekian cabang ilmu agama, hadits menjadi primadonanya. Pada usia remaja, dengan belajar kepada para ulama di daerahnya, ia telah menguasai dasar-dasar ilmu agama dan menghafal banyak hadits.
Pada usia 18 tahun, Sulaiman memulai perjalanan keilmuan (rihlah ilmiah) mencari hadits ke berbagai negeri. Mulai dari Bagdad, Kufah, Basrah, Hijaz (Makkah dan Madinah), Syam (Suriah), Mesir, hingga Khurasan. Alhasil, ia berguru kepada banyak ulama dan mendapatkan banyak hadits dari mereka.
Kelimuan Imam Abu Dawud
Abu Dawud berguru kepada banyak ulama besar di berbagai negeri termasuk Imam Ahmad bin Hanbal. Bahkan, ia sempat memperlihatkan kitab haditsnya kepada Imam Ahmad dan Imam Ahmad memujinya bagus. Guru-gurunya yang lain misalnya Abu Salamah At-Taabudzaki, Abu Walid Ath-Thayalisi, dan Sulaiman bin Abdirrahman Ad-Dimasqi.
Dari perjalanan panjang rihlah ilmiah itu, ia hafal 500.000 hadits. Bayangkan betapa luar biasanya ingatan dan kecerdasannya. Bukan hanya hafal ribuan tetapi hafal setengah juta hadits.
Dari 500.000 hadits itulah lalu ia memilih 4.800 di antaranya untuk ia tulis di kitabnya, Sunan Abu Dawud. Bisa kita bayangkan betapa hadits-hadits yang ada dalam kitab Sunan Abu Dawud adalah hadits-hadits pilihan yang sudah tersaring dengan ketat dari setengah juta hadits yang ia hafal. Karenanya mayoritas ulama menempatikan kitabnya sebagai kitab ketiga dari kutubus sittah setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Hafalan, pencarian, dan penguasaannya terhadap hadits membuat ulama memujinya sebagai pahlawan hadits. “Abu Dawud adalah salah seorang ulama al-hafizh karena menguasai hadits Rasulullah beserta makna dan sanad serta illat-nya. Ia ahli ibadah, menjauhi perbuatan terlarang, dan wara’. Oleh karena itu, ia adalah pahlawan dalam dunia hadits.”
Abu Dawud memiliki murid yang sangat banyak, antara lain Imam An-Nasa’i dan Imam Tirmidzi yang keduanya juga termasuk imam hadits kutubus sittah. Juga Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Amr Al-Lu’lu’, Abu Ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahim Al-Asynani, Abu Amr Ahmad bin Ali bin Hasan Al-Bashri, dan banyak ulama besar lainnya.
Pujian Ulama
Kedudukan ulama bisa kita ketahui dari para ulama. Maka, ulama besar tentu takkan luput dari pujian ulama lainnya. Pujian ini merupakan kabar gembira yang Allah segerakan di dunia sebelum kabar gembira di akhirat kelak berupa surga, insya Allah.
Pujian ulama juga menunjukkan bagaimana kualitas seorang ulama dan keunggulannya. Sebab, masing-masing ulama memiliki keunggulan yang berbeda.
Al-Hafizh Musa bin Harun mengatakan, “Imam Abu Dawud telah tercipta di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk surga.” Pujian ini menunjukkan betapa tinggi kepakaran hadits beliau.
Al-Hafizh Abu Abdillah bin Mandah mengatakan, “Ada 4 ulama besar dalam bidang hadits yang bisa membedakan shahih tidaknya hadits: Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i.”
Tak hanya kepakarannya di bidang hadits, kemuliaan akhlak dan kehati-hatiannya dalam perkara halal haram juga mengundang pujian ulama. Ibnu Hibban mengatakan, “Abu Dawud adalah salah seorang imam di dunia yang alim, hafizh, wara’, dan teliti.”
Sedangkan Imam Al-Hakim mengatakan, “Abu Dawud adalah imam ahli hadits di masanya, tak ada yang meragukannya.”
Bahkan, kepiawaiannya dalam hadits menjadikan sebagian ulama membandingkannya dengan Nabi Daud yang piawai melunakkan besi. “Tatkala Abu Dawud menuangkan hadits dalam kitabnya, maka ia telah melunakkan hadits sebagaimana Nabi Dawud ‘alaihis salam melunakkan besi,” kata Abu Bakar Muhammad bin Ishaq Ash-Shaghani dan Ibrahim Al-Harbi.
Karya Imam Abu Dawud
Pada umumnya, ulama besar itu gurunya banyak, muridnya banyak, karyanya banyak. Kita telah mengetahui dua hal pertama, kini kita juga perlu mengetahui karya-karya Imam Abu Dawud.
- Sunan Abu Dawud. Ini adalah karya monumentalnya. Ia mencari hadits puluhan tahun, menghafalnya, lalu menyeleksinya hingga jadilah kitab ini yang merupakan kitab hadits paling otoritatif ketiga dalam kutubus sittah.
- Al-Marasil. Kitab kumpulan hadits mursal yang sanadnya terputus di tabi’in.
- Al-Masa’il li Imam Ahmad. Kitab fiqih yang menjadi referensi penting Madzhab Hanbali. Berisi pandangan Imam Ahmad menjawab pertanyaan Imam Abu Dawud.
- Risalah fi Wasf Kitab al-Sunan. Kitab ini berisi penjelasan tentang metodologi penyusunan Sunan Abu Dawud.
- Az-Zuhd. Kitab ini berisi 521 atsar riwayat tabi’in.
- Ar-Rijal. Kitab ini membahas sejarah periwayat hadits mulai Sahabat Nabi hingga ulama di zamannya.
- Al-Qadr. Kitab yang berisi hadits-hadits tentang takdir.
- Al-Masa’il. Kitab ini berisi pandangan fiqih Abu Dawud yang berbeda dengan Imam Ahmad.
- Tasmiyah Ukhuwwah Al-Ladziina Ruwiya ‘anhum Al-Hadits.
Selain sembilan kitab tersebut, mungkin saja masih ada karya Imam Abu Dawud yang lain. Sebab banyak karya ulama terdahulu yang musnah karena manuskripnya hilang sehingga tidak sampai ke generasi kita.
Wafatnya Imam Abu Dawud
Abu Dawud hidup sebagai ulama terhormat. Ia sangat menjaga izzah-nya, menjaga kemuliaan ilmu, sekaligus tidak mau menyembunyikan ilmu.
Amir Basrah, Abu Ahmad Al-Muwaffaq, pernah memintanya datang ke istana untuk mengajarkan hadits kepada anak-anaknya. Ia ingin anak-anaknya mendapatkan kelas khusus yang waktu dan tempatnya terpisah dengan pelajar lain. Ia tidak ingin anak-anaknya duduk bersama orang umum.
Abu Dawud menolak. Ia tidak ingin hadits hanya khusus untuk anak-anak penguasa. Ia juga tidak ingin merendahkan hadits dengan datang ke istana untuk mengajarkannya. Akhirnya, para pangeran yang datang menimba ilmu bersama para pelajar umum.
Abu Dawud mendapatkan karunia usia panjang hingga 73 tahun. Beliau wafat pada tanggal 16 Syawal 275 H (889 M) di Bashrah dengan meninggalkan nama baik yang umat kenang hingga kini. Ilmunya berkah karena telah menjaga hadits Nabi. Dan semoga dengannya Allah mengaruniakan tempat termulia di surga. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Maraji’:
- 60 Biografi karya Syekh Ahmad Farid
- Mushtalah hadits karya Mahmud Ath Thahhan
- Mabahits fi Ulumil Hadits karya Manna Al Qaththan
- Ensiklopedi Sejarah Islam karya Tim Riset dan Studi Islam Mesir