Arbain Nawawi (الأربعين النووية) adalah kumpulan hadits pilihan yang disusun oleh Imam An Nawawi rahimahullah. Jumlahnya hanya 42 hadits, tetapi mengandung pokok-pokok ajaran Islam.
Berikut ini hadits Arbain Nawawi ke-12 beserta penjelasan dan fiqih atau kandungan hadits.
Daftar Isi
Arbain Nawawi ke-12 dan Terjemah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Di antara tanda kesempurnaan Islam seseorang, ia meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi dan lainnya; hasan)
Baca juga: Arbain Nawawi ke-21
Penjelasan Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah sahabat dari kabilah Bani Daus, Yaman. Di masa jahiliyah ia bernama Abdu Syams, lalu di masa Islam namanya adalah Abdurrahman bin Shakr.
Abu Hurairah masuk Islam melalui dakwah Thufail bin Amr Ad Dausi. Ia masuk Islam saat muda dan pada usia 26 tahun, ia hijrah ke Madinah menyusul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Saat itu Rasulullah telah memenangkan Perang Khaibar.
Di Madinah, Abu Hurairah tinggal di Masjid Nabawi. Menjadi ahlus suffah. Tak seperti mayoritas sahabat yang sehari-harinya bekerja, Abu Hurairah memfokuskan diri untuk mulazamah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia selalu hadir ketika Rasulullah mengajar di Masjid Nabawi. Dan ia selalu mengikuti ke mana pun Rasulullah pergi.
Maka dalam waktu singkat, Abu Hurairah mendengar demikian banyak hadits dari Rasulullah. Dengan keistimewaannya yang tak pernah lupa hadits sejak didoakan Rasulullah, ia menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Meskipun hanya menjumpai Rasulullah 4 tahun, Abu Hurairah 5.347 hadits.
Abu Hurairah dikenal selalu menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat. Menjauhi hal yang sia-sia. Sepeninggal Rasulullah, ia memiliki rumah dan berkeluarga. Di sepertiga malam terakhir, ia membangunkan keluarganya agar bisa sholat tahajud. Jadi, Abu Hurairah termasuk terdepan dalam mengamalkan hadits yang ia riwayatkan ini.
Husn (حسن) artinya adalah kebaikan. Bisa juga bermakna kesempurnaan. Laa ya’niih (لا يعنيه) artinya adalah tidak bermanfaat. Baik manfaat di dunia maupun manfaat di akhirat. Bisa pula bermakna sia-sia.
Hadits ini pendek tetapi maknanya dalam dan mengandung pelajaran yang sangat luas. Para ulama mengistilahkan dengan jawami’ul kalim (جوامع الكلم) yakni kalimat yang singkat dan padat. Bahwa di antara tanda kebaikan islam dan kesempurnaan iman seseorang adalah meninggalkan perkara yang sia-sia. Perkara yang tidak bermanfaat baginya, baik di dunia maupun di akhirat.
Baca juga: Arbain Nawawi ke-22
Kandungan Hadits dan Pelajaran Penting
Hadits ini memiliki kandungan yang luas dan banyak pelajaran penting. Hingga sejumlah ulama menyebutnya sebagai hadits yang menghimpun kumpulan kebaikan (جمع نصف الدين).
“Rasulullah menjelaskan hadits tersebut kepada kami dengan kalimat yang singkat dan penuh manfaat, di dalamnya terkumpul kebaikan dunia dan kebahagiaan akhirat,” kata Abu Hurairah ketika mengomentari hadits ini.
Berikut ini enam poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-12:
1. Membangun Masyarakat Mulia
Hadits ini menunjukkan bahwa Islam ingin membangun masyarakat mulia. Masyarakat yang dipenuhi dengan kebaikan di dunia, yang kemudian mengantarkan kepada kebaikan di akhirat. Ciri utama masyarakat mulia adalah masyarakat yang menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat dan menjauhi perbuatan yang sia-sia. Masyarakat yang produktif.
Sebaliknya, masyarakat yang tidak produktif, masyarakat yang menyibukkan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, mereka adalah masyarakat yang merugi. Sebagaimana semangat Surat Al Ashr:
وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr: 1-3)
2. Prinsip Manajemen Waktu
Hadits ini mengajarkan prinsip manajemen waktu. Yakni hanya mengisi waktu dengan hal-hal bermanfaat. Sebaliknya, meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Karenanya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu tidak suka saat melihat pemuda yang melamun. Sebab melamun tidak bermanfaat baik untuk dunia maupun untuk akhirat. Melamun termasuk aktifitas yang sia-sia.
Demikian pula aktifitas lain yang tidak bermanfaat, harus ditinggalkan. Apalagi kalau aktifitas itu justru merugikan orang lain dan merugikan akhirat kita. Misalnya ghibah, membully orang, menyakiti orang lain, dan sebagainya.
3. Muslim Itu Menjaga Diri
Islam menuntun seorang muslim untuk meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya. Apalagi kalau hal itu merugikan orang lain.
Islam mengajarkan agar seorang muslim menjaga diri agar tidak melakukan hal yang sia-sia. Apalagi kalau itu merugikan orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Seorang muslim adalah orang yang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Dan seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang baginya.” (HR. Bukhari)
Baca juga: Arbain Nawawi ke-23
4. Tanda Kuat dan Lemahnya Iman
Hadits arbain nawawi ke-12 ini menunjukkan bahwa meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat merupakan tanda sempurnanya iman. Mahfum mukhalafah-nya, menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat merupakan tanda lemahnya iman.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ تُوُفِّىَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ يَعْنِى رَجُلٌ أَبْشِرْ بِالْجَنَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَوَلاَ تَدْرِى فَلَعَلَّهُ تَكَلَّمَ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ أَوْ بَخِلَ بِمَا لاَ يَنْقُصُهُ
Dari Anas bin Malik, ia berkata, seorang laki-laki dari kalangan sahabat nabi meminta nasehat kepada beliau, kabarkan apa yang bisa memasukkan surga. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah engkau tidak tahu, seseorang terhalang dari surga karena mengucapkan kata-kata yang tidak bermanfaat atau bakhil terhadap apa yang tak mengurangi hartanya.”(HR. Tirmidzi)
5. Jalan Keselamatan
Tidaklah sebuah perkara akan berakibat mencelakakan manusia, kecuali Allah haramkan perkara itu. Tidaklah suatu perbuatan menjerumuskan ke dalam kehancuran, kecuali Allah larang perbuatan itu.
Meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat adalah jalan keselamatan. Sebab tidaklah seseorang bisa meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat kecuali ia juga pasti bisa meninggalkan yang haram.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
Dari Uqbah bin Amir, ia mengatakan, aku bertanya: Ya Rasulullah, apakah jalan keselamatan itu? Beliau bersabda: “Jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu merasa lapang (artinya: betahlah untuk tinggal di rumah), dan menangislah karena dosa-dosamu.” (HR. Tirmidzi)
6. Pentingnya Tazkiyatun Nafs
Hadits Arbain Nawawi ke-12 ini juga menunjukkan betapa pentingnya tazkiyatun nafs. Pentingnya membersihkan hati. Dan di antara tanda hati yang bersih adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.
Sebaliknya, ketika seseorang menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, itu merupakan tanda hatinya tidak bersih. Sebab ia jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Tanda bahwa Allah berpaling dari seseorang adalah jika seorang hamba menyibukkan diri dengan hal-hal yang tak bermanfaat.”
Baca juga: Ayat Kursi
Video Hadits Arbain Nawawi ke-12
Untuk lebih lengkapnya tentang penjelasan hadits Arbain Nawawi ke-12, bisa disimak video ini:
Demikian penjelasan hadits arbain nawawi ke-12 disertai kandungan hadits dan video. Semoga Allah memudahkan kita meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat. Wallahu ‘alam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
< Hadits sebelumnya | Hadits berikutnya > |
Arbain Nawawi 11 | Arbain Nawawi 13 |
Assalamualaikum ust saya ingin bertanya: Mengapa jika kita melakukan kebailan pahala kita dilipatgandakan sedangkan jika kita berbuat dosa. dosa kita tidak dilipatgandakan. Ok sekian ust mohon penjelasnnya
Allah Maha Penyayang
Allah Maha Pengampun
Komentar ditutup.