Beranda Tazkiyah Hikmah Rahasia di Balik Larangan Berteman dengan Orang Buruk

Rahasia di Balik Larangan Berteman dengan Orang Buruk

0
ilustrasi @Путешествие из ниоткуда в никуда - LiveJournal

Islam mengatur kehidupan umat manusia dengan sangat baik. Islam memberikan petunjuk secara paripurna dengan cara yang sangat sempurna. Islam mengatur seluruh persoalan, pun yang dianggap tidak penting bagi pandangan hidup orang kekinian.

Banyak orang masa kini yang berkata “Berteman dengan siapa saja”. Padahal, Islam mengajarkan “Kalian akan dikumpulkan dengan siapa yang kalian cintai”. Islam juga menganjurkan agar kaum Muslimin berteman dengan penjual minyak wangi dan menghindari pandai besi dalam urusan pertemanan.

Secara jelas, Islam melarang kaum Muslimin berteman dengan orang-orang yang buruk perangainya. Islam hanya menganjurkan pertemanan dengan orang baik. Sebab kelak, teman-teman dekat akan saling bermusuhan di Hari Kiamat, kecuali orang-orang beriman.

Di dalam buku Bidayatul Hidayah, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali memaparkan hikmah agung di balik larangan berteman dengan orang yang buruk akhlaknya.

Beliau menyebutkan orang yang buruk akhlaknya dengan dua indikasi; tidak mampu menguasai diri saat marah dan tidak sanggup mengendalikan emosi di tengah marah.

Berteman dengan orang-orang buruk akan menjadikan seseorang akrab dengan keburukan hingga memakluminya. Ketika seseorang sudah memaklumi, maka keburukan tidak dianggap sebagai keburukan. Bahkan ia bisa menganggap keburukan sebagai suatu hal yang sangat biasa dan wajar.

Hilangnya kepekaan perasaan inilah awal mula timbulnya bencana kemanusiaan secara umum. Ketika nilai-nilai kebaikan mulai dikaburkan dan disamarkan, kemudian diganti dengan nilai-nilai keburukan secara perlahan dan halus, tanpa disadari.

Dampak buruknya bisa kita saksikan saat ini. Kebaikan diberitakan sebagai keburukan bahkan kejahatan. Sedangkan keburukan dianggap sebagai suatu kebaikan dan layak didukung dengan berbagai dalihnya.

Sebagai contoh, para orang tua merasa khawatir jika anaknya tidak berpacaran di usianya yang beranjak dewasa. Ia merasa malu dan gengsi sebab anaknya digosipkan tidak laku hingga tidak memiliki pacar.

Sebaliknya, mereka merasa bangga saat anaknya dipacari dan sering diajak pergi. Orang tua menganggap hal itu sebagai sebuah kebiasaan yang tak patut dipersoalkan. Dalam benak mereka, diajak pergi oleh pacar bukan masalah sebab banyak yang melakukannya dengan tanpa merasa malu atau berdosa.

Na’dzubillahi min dzalik.

Wallahu a’lam [Pirman/Bersamadakwah]