Ibu saya juga meninggal karena kanker immature terratoma. Didiagnosa Desember 2003, meninggal April 2004. Hanya empat bulan perjuangan. Dari 3183 rekan yang menerima anugrah kanker (bahasa Yayasan Lavender untuk pasien kanker) dan menggunakan alat temuan Pak Warsito, 48% lebih baik, 41% kanker tidak memburuk, 11% kanker memburuk.
Walau Umak bisa saja masuk yang 11%, saya rasa 48% umak-umak lainnya alhamdulillah melalui alat temuan Pak Warsito, Allah berikan kualitas hidup yang lebih baik.
Berikut kisah dua dari mereka:
Beberapa kisah kesembuhan dengan ECCT.
Bidan desa ini dapat kembali bekerja naik turun bukit di Gunung Wilis
Saya Afiana. Saya terdiagnosa ca mamae pada tanggal 20 Februari 2015. Saat itu saya merasakan ada benjolan di payudara yang sakit sekali. Saya periksakan ke RS Soedono, Madiun. Di sana saya menjalani pemeriksaan fnab dan diberi tahu bahwa ada kanker di payudara saya.
Saya merasa sangat kesakitan saat itu. Saya coba terapi alternatif perlebahan, tapi rasa sakitnya sama sekali tidak berkurang. Saya sampai tak berhenti menangis kalau sedang kesakitan. Setiap hari saya kesakitan, setiap hari saya menangis. Yang tahu cuma keluarga suami saya.
Seminggu kemudian adik kandung saya yang bekerja di Yogyakarta menghubungi saya. Barulah saya bercerita kepadanya.
Adik saya kaget bukan kepalang, karena tidak ada riwayat kanker dalam keluarga saya. Saya tidak menjalani KB hormonal, saya menyusui anak saya sampai dua tahun penuh, sampai anak saya tak kenal dot susu sama sekali, rasanya susah dipercaya saya terdiagnosa kanker payudara.
Adik sayalah yang menyarankan saya menggunakan ECCT. Adik saya mengetahuinya dari acara Kick Andy yang ditontonnya.
Saya pun mencari tahu lebih banyak mengenai ECCT melalui internet. Saya menemukan banyak informasi yang membuat saya mantap mencoba metode tersebut. Setelah berdiskusi dengan suami, kami berdua pun memutuskan untuk mencoba metode ini untuk mengatasi kanker saya.
Tanggal 19 Maret 2015 saya ke onkologi di Malang. Dari onkolog tersebut saya pun tahu lebih lanjut mengenai kondisi kanker payudara saya. Saya diberi tahu bahwa kanker saya adalah kanker stadium 2. Kami juga mendapat konfirmasi bahwa saya tidak harus operasi segera sehingga saya bisa segera pergi ke Tangerang.
Sepulang dari Malang saya hubungi C Care dan alhamdulillah saya bisa tersambung dengan mereka. Saya diminta segera datang dengan semua dokumen terkait kanker payudara saya. Tanggal 23 Maret 2015 adalah tanggal yang bersejarah bagi saya. Hari itu adalah hari pertama saya periksakan diri ke C Care. Saya mendapati aktivitas sel saya sebesar 37.5%.
Saya diberikan jaket listrik yang saya gunakan sampai sekarang. Alhamdulillah saya merasa jauh lebih baik. Aktivitas sel saya pun menurun terus. Sekarang aktivitas sel saya tinggal 28.8%, tidak lagi masuk kategori ganas menurut kategori C Care.
Saya merasa C Care adalah tempat yang nyaman. Pemeriksaannya sangat nyaman. Saya bahkan tak perlu buka baju sama sekali untuk bisa mengetahui kondisi payudara saya. Saya tidak merasa kesakitan sama sekali dengan metode ini. Insya Allah saya yakin akan sembuh.
Saya menghimbau Kemenkes untuk mendukung penuh C Care dan pelayanan ECCT ini. Janganlah klinik C CARE ini ditutup. Kalau ada yang salah ya dibantu untuk diperbaiki. Awasilah dengan baik agar layanan dapat berjalan baik sesuai prosedur yang berlaku.
Bantulah kami, pasien kanker, untuk memiliki solusi yang baik dan nyaman bagi kami di luar solusi medis. Tidak semua orang bisa menjalani terapi medis, jadi bantulah kami menjalani solusi ini.
Kami butuh dukungan untuk berjuang, berdamai dengan kanker ini. Jangan tambah derita kami dengan tekanan atau ancaman yang membuat kami tertekan.
**
Kanker langka Icha pun kini dapat teratasi dengan ECCT
April 2014 lalu semua rumah sakit angkat tangan dengan hasil pet scan Icha, mereka tak bisa melakukan apa apa karena jenis CA Icha yang langka dan tak merespon kemo juga radiasi.
Berdasarkan berbagai informasi Icha dan suami berangkat ke C Care. Saat itu Icha disarankan untuk menggunakan 3 alat, rompi untuk paru paru dan spinal, celana untuk lumbal dan abdomen bawah, satu lagi dibahu kiri yang bentuknya seperti penyangga patah tulang (cukup ramai penyebarannya).
Keadaan ekonomi mereka hanya bisa untuk membeli 2 alat saja maka kami sepakat membeli 2 alat dulu untuk kemudian akan membeli 1 lagi setelah ada THR (tunjangan hari raya).
Mereka menunggu alat disiapkan sampai 5.30 sore, saat itu bulan Ramadhan maka diputuskan untuk menunggu magrib, sholat baru kemudian pulang.
Lalu masuk seorang laki-laki rambunya kelabu, wajahnya ramah penuh senyum.
Suami Icha memberanikan diri untuk mendekati bertanya kepada beliau dan ternyata beliaulah Dr. Warsito, sang penemu ECCT dan ECVT, inovasi yang diharapkan dapat mengatasi kanker Icha.
Kemudian mereka bercakap-cakap, Icha memilih untuk tak terlibat percakapan itu mungkin mereka mau menjaga perasaan Icha dan tak mau Icha mendengar apa yang Icha takut untuk dengar. Suami Icha menunjukan hasil pet scan dan memanggil Icha untuk mendekat. Beliau melihat Icha dengan seksama dan melihat kertas yang berisi anjuran pemakaian kemudian melihat lagi hasil pet scan, lalu ia berkata… “Jangan putus harapan…”
Dan air mata Icha bukan hanya menetes tapi mengalir deras. Beliau tak mengatakan apa yang Icha takut untuk dengar. Beliau memberikan Icha kesempatan untuk berharap. Itu berarti sekali untuk Icha. Ia mengganti resep pemakaian alat dan menanyakan mengapa hanya ada 2 alat, seharusnya ada 3 alat. Icha menjawab “Insya Allah Icha akan kembali 1 minggu lagi.” Beliau tanya kenapa?
Icha jawab, “Keadaannya belum mengijinkan, tapi Icha akan kembali 1 minggu lagi (hati kecil Icha berkata disini Icha bisa berharap, sekecil apapun harapan itu akan Icha perjuangkan).”
Kemudian beliau memanggil salah satu staf fisika medisnya dan meminta Icha mengukur alat ketiga. Icha tegaskan bahwa jangan sekarang keadaannya belum mengizinkan, namun beliau berkata, “Ini untuk kamu dan kamu tak perlu menunggu 1 minggu, jangan putus harapan.”
Allah mempertemukan Icha dengan beliau dan memberikan Icha kesempatan berharap.
Sekarang 1 tahun berlalu, Icha masih disini bersama anak-anak dan suami tercinta, masih bersama keluarga tersayang Icha dan karena Pak War, Icha tidak putus harapan.
Terimakasih Pak Warsito dan “jangan putus harapan…”
Doa kami bersamamu selalu, Pak Warsito.
Seperti dikisahkan Ibu Maimon Herawati.
[Paramuda/ BersamaDakwah]
semoga melalui tangan pak Dr. Warsito, para pengidap KANKER masih berharap banyak akan masa depan yg lebih baik, saya menyayangkan sikap kemenkes (pemerintah dalam hal ini) yg menutup klinik tersebut, mestinya dibantu akan kebutuhan sarana dan prasarana agar bisa mengatasi penyakit KANKER bisa teratasi dg lebih baik dan CEPAT.
Semoga semakin bnyk org yg tahu tentang pengobatan tsb walaupun sya sndiri jg blm tau apa itu pengobatan ECCT
Semoga kemenkes(pemerintah) masih mempunyai hati nurani untuk bisa memilah mana klinik yg perlu ditutup ( yg abal2) atau mana klinik yg betul2 memperjuangkan kesembuhan pasien . Seperti C Care Dr.Warsito ini.
lebih baik kemenkes bantu, bukan malah menutupnya.
ingat, perkembangan sel kanker sangat cepat ! Jangan sampai bnyk pasien kanker berjatuhan sebelum sempat tertolong ….before it’s too late….