Matanya berkaca-kaca. Bahkan sebelum ia mengutarakan kepada suaminya, keinginan yang telah lama terpendam.
“Aku ingin… sekali saja, Mas mengucapkan cinta kepadaku,” kata-kata ini membuat sang suami juga berkaca-kaca. Sudah bilangan tahun mereka berkeluarga, namun ia tak pernah mengucapkan cinta.
Dan hari itu, saat fasilitator seminar keluarga sakinah menyuruh setiap suami mengungkapkan keinginannya kepada istri dan istri mengungkapkan keinginannya kepada suami, hal yang selama ini menurutnya kecil itu ternyata merupakan keinginan terbesar dari istrinya.
***
Di kota lain yang bersebelahan dengan kota tempat seminar itu, seorang istri meminta suami menceraikan dirinya. Untungnya, sebelum perkara besar itu menjadi keputusan bulat, mereka sepakat menghadirkan seorang Ustadz konsultan keluarga.
“Mengapa Ibu ingin minta diceraikan? Padahal anak-anak sudah besar, rumah semegah ini, harta tercukupi,” tanya Sang Ustadz saat diundang ke rumah mereka di sebuah perumahan elit yang hanya berjumlah sekira seratus unit.
“Suami saya tidak pernah mengucapkan cinta, Ustadz,” ujarnya berterus terang.
“Aku tidak bisa, Ma, romantis-romantis seperti itu,” sang suami berkilah.
“Tapi ini apa? Kamu bisa mengucapkan cinta kepada wanita lain,” sergahnya sambil menunjukkan bukti sebuah pesan WhatsApp.
***
Cinta, ternyata masih membutuhkan kata. Bahkan selalu membutuhkannya.
“Selalu begitu. Cinta selalu membutuhkan kata,” tulis Anis Matta dalam Serial Cinta, “Tidak seperti perasaan-perasaan lain, cinta lebih membutuhkan kata lebih dari apa pun. Maka ketika cinta terkembang dalam jiwa tiba-tiba kita merasakan sebuah dorongan yang tak terbendung untuk menyatakannya. Sorot mata takkan sanggup menyatakan semuanya.”
Dalam riwayat Abu Dawud, Anas bin Malik menuturkan satu kisah tentang pernyataan cinta. Ketika seorang sahabat mengabarkan kepada Rasulullah bahwa ia mencintai rekannya yang baru saja lewat di dekat beliau, Rasulullah bertanya kepadanya: “Sudahkah engkau beri tahu dia?”
“Belum, ya Rasulullah”
“Kalau begitu, beri tahu dia”
Maka sahabat itu pun mengejarnya dan mengatakan “uhibbuka fillah (aku mencintaimu karena Allah)”
“Semoga Dzat yang membuatmu mencintaiku, mencintaimu,” jawab rekannya itu.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan:
إِذَا أَحَبَّ أَحَدَكُمْ صَاحِبَهُ ، فَلْيَأْتِهِ فِي مَنْزِلِهِ ، فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ لِلهِ
“Jika salah seorang kalian mencintai rekannya, hendaklah ia mendatangi rumahnya dan mengatakan bahwa ia mencintainya karena Allah” (HR. Ahmad)
Membaca hadits-hadits ini membuat kita sadar, ternyata Rasulullah mensunnahkan untuk menyatakan cinta kepada sesama mukmin, kepada teman seperjuangan. Pasangan hidup kita, adalah orang lebih berhak mendapatkan cinta. Ia bahkan teman sejati dalam perjuangan. Bukankah ia lebih berhak mendengar kata cinta kita?
Lalu kita pun mendapatkan contoh ungkapan cinta dari Rasulullah kepada ummul mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Beliau bahkan memanggil Aisyah dengan panggilan cinta; Aisy, Al Muwaffaqah dan Humaira. Ketiganya adalah panggilan cinta. Aisy yang merupakan panggilan muda untuk Aisyah; ada kesan memanjakan dan menyayangi. Al muwaffaqah adalah orang yang mendapatkan hidayah; ada kesan rahmah di dalamnya. Sedangkan humaira merupakan panggilan yang paling sering kita ingat. Artinya adalah yang kemerah-merahan, karena warna pipi Aisyah memang demikian. Panggilan yang terakhir ini menggambarkan mawaddah dan romantisme.
Jika Rasulullah mengajarkan demikian, tidakkah kita –para suami- tergerak untuk mengubah paradigma kita? Cinta sering kali tak cukup dengan bukti perlindungan dan pemberian kepada istri. Cinta membutuhkan kata untuk dibisikkan ke telinganya.
Seperti wanita dalam seminar tadi, mungkin saat ini juga banyak istri yang merindukan momen terindah saat suami mengatakan cintanya. Jangan sampai istri merasa tidak dicintai karena suami tidak pernah mengatakan cintanya.
John Gray dalam buku Men are from Mars, Women are from Venus mengibaratkan wanita memiliki tangki cinta yang mirip dengan tangki bensin pada mobil. Tangki itu harus selalu diisi dengan hal-hal kecil yang dapat memenuhinya. Di antaranya, dengan mengucapkan “aku mencitaimu”.
Dalam berbagai momen, saya berusaha membisikkan kata cinta kepada istri tercinta. Sudahkah Anda –para suami- mengatakan cinta kepada istri-istri Anda? [Muchlisin BK/BersamaDakwah]