Dari asalnya tinggal, Ustadz sudah bersiap jalan. Hari ini ia ada agenda mengajar ilmu Islam di sebuah kampus ternama di bilangan kota tetangga. Yang mengundang adalah anak-anak pegiat lembaga dakwah. Materi sudah ia siapkan dengan matang. Dan ia sampaikan dengan sangat menyenangkan. Tiba waktunya pulang, panitia hanya mengajak salaman. Iya, hanya salaman. Tak ada bingkisan atau sekadar “uang bensin”. Ustadz berusaha untuk ikhlas.
Seseorang yang mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat, dalam Islam, memang mempunyai hak memperoleh upah atas jasanya itu. Jadi seorang guru, musyrif, atau ustadz yang telah berjuang dan basah berkeringat di jalan Allah untuk mengajarkan ilmu-ilmu Islam, pada dasarnya mempunyai hak untuk mendapatkan upah atas keringatnya yang menetes, atas bensin yang teraus oleh kendaraan.
Bila tidak demikian, dari mana ia akan menghidupi keluarganya yang merupakan kewajibannya. Ada anak-anak dan istri yang harus dinafkahi. Sementara kalau mereka semua berhenti mengajarkan ilmu-ilmu Islam dan beralih profesi berdagang di pasar, maka siapa lagi yang akan mengajarkan agama ini? Siapa yang akan mempertahankan agama ini? Siapa yang akan mengajarkan bahasa arab ini? Oleh sebab itu, mereka berhak mendapatkan rupiah dan upah atas kerja mereka yang sangat berharga. Meski ‘hanya’ sekadar ‘uang bensin’. Alangkah keji yang ustadz macam seperti ini mendapat tudingan ‘penjual ilmu Allah’.
Di negara-negara Islam, profesi seperti ustaz bahkan imam atau muadzin di masjid itu ditanggung oleh negara. Negara memperoleh dana untuk itu dari Baitul Mal. Para ustadz tak serta merta langsung menerima ‘uang bensin’ dari pengundang atau orang yang diajar, sehingga tak terkesan menperdagangkan ilmu.
Bagaimana dengan Indonesia? Untuk yang berdiri di bawah kelembagaan tentu saja ada. Sisanya selain itu, silakan jawab sendiri.
Di perjalanan, Ustadz menatap bayangan anak-anak dan istrinya. Masih berpikir tentang tempat tinggal sewa yang harus dibayar, tentang kebutuhan keseharian. Keuangannya makin terkatah-katah sejak sebuah ‘ruang’ menyetopnya untuk mengajar lagi. Ya Allah… [Paramuda/ BersamaDakwah]
Alhamdulillah.. Saya pengurus salah satu masjid di Makassar. Saya punya keprihatinan seperti yang tertulis dalam tulisan din atas. Olehnya itu saya senantiasa menyampaikan kepada siapa saja bhw para ustadz kita harus diperhatikan. Mereka sdh berdakwah tetapi selalu dibayangi tiada asap yang mengepul dari dapurnya. Imam hrus di perhatikan. Kita sejahterakan mereka. Lho, kan kita ikut berjuang kalau membantu mereka terutama untuk pemenuhan kebutuhan mereka.
Kalau saya berkeinginan semua imam masjid beserta pengurus sampai marbot dapat tunjangan dari apbd yg dimana daerahnya mayoritas muslim walaupun cuma sedikit,semoga keinginan saya di dengar pimpinan daerah
di daerah Saya, bupati sebelum periode ini, menerapkan tunjangan untuk Para imam Dan marbot masjid, smoga Allah membalas kebaikan2 beliau, sarana prasana dibangun, jalanan lingkungan hingga jalan setapak pun dibangun, setiap desa diberikan Mobil dinas untuk keperluan perangkat desa atw pun jika Ada warganya berhajat, tp beliau kalah pada pilkada berikutnya, semua krn money politik, smoga selanjutnya orang2 Baik Dan mumpuni bisa memimpin negeri ini
mohon maaf jika komentar saya kurang berkenan : sebaik baik teladan adalah rasulullah saw , beliau menyampaikan syiar agama islam tanpa imbalan apapun dan beliau menafkahi keluarga dengan bekerja sebagai pedagang dan penggembala ternak
tidak semua penggiat dakwah di akhir zaman ini seperti Rasul SAW. Sebagai umat yang cerdas, jangan hanya melihat berdasarkan kacamata kuda.
Allah berikan segala macam hal ujian dengan berbagai macam bentuk untuk menguji hambaNya dalam mengarungi kehidupan dunia ini demi bekal di akhirat nanti
Itulah iman Rasulullah saw. demikian juga kita mengetahui dari sirah, Abu Bakar ra, menginfaqkan seluruh hartannya tidak dilarang oleh Rasulullah saw.
Setelah menjadi Rasul, beliau sudah tidak berdagang lagi. hanya berdakwah.
yang menjadi pertanyaan, apakah iman kita sudah setara seperti itu?
apakah kita tidak menangis ketika melihat ustadz tidak memiliki harta, sehingga mereka tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya (biaya sekolah semakin mahal sekarang), melihat ilmu mereka mandeg karena tidak bisa beli kitab (kalau ada uang sedikit terpaksa untuk kebutuhan hidup dahulu daripada membeli kitab)
memang rasanya tidak pantas seorang ustadz meminta bayaran.
Tapi lebih TIDAK pantas lagi kita sebagai jamaah melelantarkan Ustadz. Kita harus memikirkan sumber penghasilan dari para Ustadz.
Betul, saya setuju. Kalau kita memberi dgn ikhlas, In Shaa Allah akan mendapat balasan berlipat ganda. Ustadz jg perlu mkn dan membiayai keluarganya. Sepatutnya ustadz jg tdk mematokin brp honornya, cuma kita jg hrs bisa mengira-ngira brp pantasnya. Smg apa saja yg kita kerjakan didunia ini nt selama niatnya mencari ridha Allah mendapat balasan dari Allah SWT dan diizinkanNya kita nt memasuki jannahNya. Aamiin YRA…?
Itulah negeri ini kebanyakan orang baik tersingkir dan orang fasiq,munafik dipercaya bahkan orang kafir yg memusuhi Islam juga dipercayai.
Alhamdulillah saya sejujurnya sepakat dengan penulis dalam hal ini .. Cuma maaf di sebagian masyarakat kita memang skrg sedang melanda dunia materialisme .. Ada sebuah cerita di kampung tempat teman saya ketika ia mengundang ustadz untuk acara selamatan haul keluarganya yg ustadz itu tinggalnya hanya beberapa rumah dari sohibul hajat/haul .. Dan setelah selesai acara sang tuan rumah memberikan amplop yg nilainya 30rb.rupiah .. Dan besoknya terdengar ada kabar burung tentang ucapan sang ustadz pada orang2 bahwa ia merasa kapok bila di undang lagi oleh si A karena amplopnya bernilai kecil .. Dan ia membandingkan dgn sohibul hajat yg lain sebut saja si B orang kaya di daerah tsb. yg bila mengundang dia atau para ustadz selalu memberikan amplop dgn isi yg bernilai besar .. Mohon maaf dan minta pencerahannya dari para org2 sholeh dan beilmu bagaimanakah sikap yg kita ambil ketika kita bertemu dgn keadaan yg seperti tsb. Dan mohon maaf teman saya tsb. Menambahkan bahwa ada beberapa ustadz di daerahnya yg bahkan sering terlibat dan ikut dalam pencarian massa dan kampanye di saat ada pilkada dan yg lebih memprihatinkan lagi ada sebagian ustadz yg bilang sembari bercanda kepada tetangganya ketika ada berita musibah ada yg meninggal dunia beliau ustadz tersebut dengan bercanda berkata “wah bakalan ada proyek nih satu minggu ini” .. mohon tanggapan dan solusinya yg bijaksana dan terbaik ya teman2 semua .. Dan mogon maaf bila ada kalimat2 yg menyinggung atau melukai hati perasaan seseorang dalam tulisan komentar saya ini .. Wassalam
Sekedar tambahan .. Ustadz yg di undang di kampung tsb.bukanlah untuk memberikan ceramah atau tausiah tapi. Beliau di undang untuk memimpin membaca do’a dan tahlil di acara haul tsb. Yg secara sederhananya adalah membaca do’a untuk memperingati berapa tahun meninggalnya si almarhum/almarhumah .. Demikianlah dan mudah2an tidak menjadi fitnah
sebaiknya si ustadz menunda dulu permintaan mengajar, bekerja lah dulu utk kehidupan keluarga, usahakan utk menghadiri undangan mengajar dalam keadaan perut ustadz dan keluarga sdh terisi.
masalah ini sangat sensitif utk dibahas,
tinggal masyarakat sj yg menilai perlu tidaknya memberi,
si ustad rasanya merasa tidak etis klu meminta dan merasa munafik klu tidak berharap.
setuju dengan bapak
Kalau saya perhatikan banyak pula ust. -ust. Yang kaya dari aktifitasnya sebagai ustadz. Malah jadi mata pencaharian dengan banyaknya jadwal tabligh. Bagaimana dgn ini?
Alhamdullilah kl Ustadznya banyak rezeki. Selama beliau tdk menetapkan honor dan menjadi suri tauladan bagi masyarakat disekelilingnya, sesuai dakwah dgn jln kehidupannya, why not? Jgn lupa Ustadz jg manusia biasa, sama spt kita2 ini, kalau ada yg keliru kita juga boleh mengingatkan si Ustadz tadi kan? Menjadi Ustadz bukan berarti hrs melarat toh? Tinggal kembali kpd kepribadian masing2 Ustadznya. Hanya Allah SWT yg berhak menilai diri kita ini, krn sbg manusia kita tdk pernah terlepas dr salah dan dosa, hanya dgn mengingat Allah SWT hati ini akan menjadi tenang, In Shaa Allah?
Subhanallah, memang jd dilemma. Kl kt mengikuti jejak Rasullulah SAW, betul beliau tdk mengharapkan honor utk kehidupan beliau sehari-hari, tp Beliau adalah Nabi yg terpilih, walaupun kita tentu saja berusaha meneladani kehidupannya. Menurut pendapat saya kita harus berusaha seikhlasnya memberi honor, karena dizaman skrg ini tidak bisa hidup tanpa uang kan? Emang ada yg gratis? Tp utk itu Ustadz juga hrs bersiap-siap ikhlas Lillahi Ta’ala kl hanya sekedar mendapat ucapan terima kasih saja. Kl niatnya mencari ridho Allah, Alhamdullilah nt pasti ada balasannya. Kita diajarkan untuk bersabar dan bersyukur dalam keadaan apapun juga. Allah tdk pernah tidur, jadi yakinlah semua aka diberi rezeki yg tdk hrs selalu berupa uang, anak dan isteri sehat itu juga rezeki kan? Kl ada Ustadz yg membanding-bandingkan antara pemberian si A dan si B setelah diundang memberikan ceramah, itu kualitas dan gelar ustadznya hrs dipertanyakan lagi yaa??. Jangan lupa, kita tdk akan jatuh miskin dgn bersedekah selama semua diniatkan utk mencari Ridho Allah SWT. Selama kita mau berusaha dan jgn lupa diiringin dgn do’a, In Shaa Allah kita akan selalu dilindungi dan dirahmati oleh Allah SWT, Aamiin YRA… Mari sama2 kita bersihkan hati, taruh diri kita disepatunya sang Ustadz, tdk ada yg berat kalau semua sama2 memikul beban memberikan honor kl ada Ustadz yg diundang. Sama2 berfikir untuk kebaikan yg sdh kita dapatkan dgn mengundang Ustadz utk memberikan tausyiahnya. Semoga kita semua sdr2/i ku seagama ini mendapatkan hidayah untuk menebar kebaikan kpd sesama kita yaa. Mohon ma’af kl ada kata2 yg salah, tidak ada bermaksud utk menyinggung sama sekali dr sisi manapun. Hanya sekedar berbagi pikiran. Kebetulan saya tinggal dinegara yg mayoritasnya bukan muslim, untuk mendatangkan Ustadz kesini juga bukan perkara yg mudah, ada yg sdh sp disini, tp ditolak masuk, kita tetap hrs membayar tiket Ustadz yg sdh didatangkan oleh panitia, walaupun tidak jd mendengar tausyiahnya. Kita hanya bisa berusaha, tp Allah punya jawaban yg lbh baik, untuk menguji kesabaran kita semua. Wallahu alam bissawab?