Menjadi sebuah topik yang cukup menarik apabila kita mencermati perkembangan zaman dimana saat ini kita berpijak. Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa zaman ini segala sesuatunya sudah rusak, manusia-manusia menjadi kurang adab, pergaulan bebas merajalela, pemimpin-pemimpin negeri seakan hanya bekerja untuk egoisme diri dan menelantarkan hak rakyat. Meskipun tak sedikit yang berdalih bahwa zaman ini adalah lebih modern dari zaman dulu. Mereka berkata ini zaman teknologi digital yang serba canggih, dan bersikukuh menganggap ini adalah zaman yang lebih baik dari sebelumnya meski cacat moral telah melanda hampir sebagian besar generasi penerusnya.
Menariknya, periode zaman ini ternyata telah dikabarkan oleh Rasullullah Muhammad ﷺ melalui sebuah hadist yang mahsyur,
“Periode an-Nubuwwah (kenabian) akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang periode khilafatun ‘ala minhaj an-Nubuwwah (kekhalifahan atas manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’aala mengangkatnya, kemudian datang periode mulkan aadhdhon (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa, selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’aala, setelah itu akan terulang kembali periode khilafatun ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam,” (HR. Ahmad)
Dalam hadist tersebut Rasullullah Muhammad ﷺ telah dengan jelas menyampaikan bahwa memang periode kehidupan manusia setelah datangnya islam terbagi menjadi lima zaman. Periode pertama adalah zaman kenabian (an nubuwwah), dimana pada zaman itu islam yang turun di jazirah Arab datang sebagai agama yang membawa hidayah bagi manusia. Pada masa itu bertepatan pula dengan kemajuan dan perkembangan kerajaan Persia di Timur dan Romawi di Barat yang kekuasaannya membentang hamper meliputi sebagian besar wilayah dunia. Kemudian zaman kenabian ini selesai ditandai dengan wafatnya Rasullullah Muhammad ﷺ pada tahun 11 Hijriyah.
Kemudian fase kedua setelah nubuwwah adalah fase khilafah ‘alaa minhaji nubuwwah. Kata khilafah artinya adalah pengganti. Maka makna fase khilafah ‘alaa minhaji nubuwwah adalah periode dimana umat islam dipimpin oleh pengganti Rasul (Kholifatur Rasul) yang masih berada pada jalan (minhaj) kenabian. Dan khilafah ‘alaa minhaji nubuwwah ini berlangsung selama 30 tahun sebagaimana yang beliau ﷺ sabdakan,
”Kekhilafahan umatku selama 30 tahun, kemudian setelah itu adalah masa kerajaan” (HR. Abu Dawud no. 4646,4647; At-Tirmidzi no. 2226; dan yang lainnya; shahih).
Maka dari hadist tersebut khilafah ‘alaa minhaji nubuwwah berakhir pada tahun 41 Hijriyah saat khalifah Hasan bin Ali r.a (yang saat itu hanya memegang kekuasaan selama 6 bulan) menyerahkan kepemimpinan kepada sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan r.a.
Fase berikutnya setelah periode kedua berakhir adalah fase kerajaan yang menggigit (mulkan ‘adhon). Dalam fase ini umat islam dipimpin oleh dinasti kerajaan yang sudah bukan lagi khilafah, meskipun dalam buku-buku sejarah masih cukup banyak yang menyebutnya sebagai masa khilafah. Raja atau pemimpin umat islam pada masa ini masih memegang teguh Al Quran dan Sunnah sebagai undang-undang dan panduan hidup. Banyak raja dzolim yang terlahir pada masa ini, namun juga tak sedikit raja yang arif yang mampu membawa agama islam jaya hingga seantero muka bumi. Kita bisa melihat kejayaan islam melalui lahirnya raja Umar bin Abdul Aziz pada masa dinasti Ummayyah, raja Harun Ar Rasyid pada dinasti Abasiyah, Sultan Muhammad Al Fatih pada kesultanan Turki Ustmaniyyah, dll.
Fase mulkan ‘adhon ini berakhir pada tahun 1924 Masehi atau sekitar 1342 Hijriyah yang ditutup dan dihapus oleh seorang Yahudi bernama Mustafa Kemal Attarturk sekaligus menandai dimulainya kekuasaan dan kejayaan Yahudi di muka bumi. Maka setiap peradaban dan kebijakan dunia yang terjadi setelah masa ini adalah kebijakan dan sistem dari Yahudi dan orang-orang kafir.
Fase keempat setelah berakhirnya kerajaan yang menggigit (mulkan ‘adhon) adalah kerajaan yang kejam dan diktator (mulkan jabar). Semua ulama’ ijma’ bahwa zaman sekarang ini adalah zaman mulkan jabar. Zaman dimana para pemegang kekuasaan (orang kafir dan Yahudi) memimpin peradaban dengan sekehendak mereka sendiri. Salah satu contoh bahwa zaman ini adalah zaman diktator ialah dibatalkannya hasil pemilu demokrasi di Mesir yang memenangkan dr. Mursi dari partai ikhwanul muslimin, dan tetap digempurnya Palestina meskipun kelompok Hamas memenangkan pemungutan suara. Sistem demokrasi adalah sistem politik buatan orang kafir dan Yahudi, akan tetapi jika hasil demokrasi tak menguntungkan mereka, maka mereka akan dengan mudah membatalkannya. Inilah sebenar-benarnya diktator.
Di zaman ini pula rasa-rasanya apa yang disebutkan Rasulullah Muhammad ﷺ menjadi sebuah kenyataan dimana umat islam berada dalam kondisi jumlah yang banyak namun mereka tak begitu berharga layaknya buih di lautan. Keberadaan mereka dikebiri musuh-musuh islam seperti hidangan makanan yang diperebutkan. Laa haula wa laa quwwata illa billah.
“Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi ﷺ bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)
Dan sesungguhnya inilah yang saat ini kita rasakan. Tak bisa kita pungkiri bahwa kita sedang berada di zaman yang rusak, dimana segala sistem dan kebijakan politik internasional dikuasai oleh Yahudi dan orang-orang kafir. Maka tak aneh jika kerusakan dan perbuatan tak beradab terjadi di mana-mana.
Jika kita bisa memilih, tentu kita tak ingin hidup di akhir zaman, di mana huru-hara fitnah akhir zaman amat begitu mengerikan bagi orang-orang yang mengetahuinya. Jika kita boleh memilih, tentu kita akan memilih hidup di zaman Rasullullah ﷺ dan menjadi bagian dari pasukan Nabi untuk menegakkan tauhid di atas muka bumi dan berjuang bersama para sahabat lainnya. Namun, hidup di masa kini bukanlah keinginan kita, melainkan adalah bagian dari takdir-Nya yang sengaja Allah pilihkan untuk menguji, apakah diri kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang yakin terhadap agama-Nya ataukah tidak.
Fase ini kita yakini dengan sebenar-benar keyakinan pasti dan akan segera berakhir. Kurang lebih 4/5 periode zaman telah terjadi dan terbukti kebenarannya. Tinggallah 1/5 periode zaman yang belum terjadi, yakni periode khilafah ‘alaa minhaji nubuwwah yang sekaligus menandakan dekatnya kiamat akhir zaman.
Kelima zaman yang telah Rasullullah ﷺ sampaikan tersebut sebenarnya merupakan ilustrasi dari umur umat islam di dunia ini. Sebagaimana ummat Nabi-Nabi sebelum agama islam yang memiliki batasan periode, maka ummat islam juga memiliki batasan waktu hidup di muka bumi ini. Lantas, di tahun berapakah umur ummat islam ini akan berakhir?
Yang jelas dan merupakan hal yang wajib kita yakini adalah bahwa waktu berakhirnya ummat islam adalah tatkala zaman periode kelima, yakni zaman khilafah ‘alaa minhaji nubuwwah selesai. Pendapat yang mahsyur terkait umur ummat islam ini dapat kita ketahui dari tiga Imam yang sudah tidak lagi diragukan keilmuannya, mereka adalah Imam Ibnu Rajab al Hanmbali, Imam As Suyuthi, dan Imam Ibnu Hajar As Asqolani.
Imam Ibnu Rajab Al Hanbali mengatakan bahwa umur umat islam adalah lebih dari 1400 tahun dan kurang dari 1500 tahun. Sedangkan Imam Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitabnya Al Ijarah dan Kitabul Fitan bahkan mengatakan hal yang lebih spesifik yakni umur ummat islam adalah 1476 tahun.
Jika saat ini kita berada di tahun 1436 Hijriyah, maka 1476 dikurangi dengan 1436 adalah 40 tahun. Apakah benar ini adalah umur umat islam yang tersisa? Jawabannya bukan. Penanggalan hijriyah dimulai dari peristiwa hijrahnya Rasul ﷺ ke Madinah, maka angka 40 tahun tersebut masih harus dikurangi lagi dengan 13 yang mana adalah bilangan tahun sejak Nabi menerima wahyu sebagai tanda lahirnya islam sampai beliau ﷺ hijrah ke Madinah. Maka umur umat islam tinggal 27 tahun.
Dari penjelasan tersebut, jika pendapat yang disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar dan Imam Ibnu Rajab tersebut adalah benar, maka dalam 27 tahun ke depan umat islam akan mengakhiri zama diktator sekaligus menyongsong datangnya zaman khilafah ‘alaa minhaji nubuwwah. Dan setelah khilafah akhir zaman itu selesai, umat islam akan diwafatkan oleh Allah SWT, kemudian keluarlah Ya’juj dan Ma’juj sebagai tanda besar kiamat Kubro dimulai.
Bagi sebagian orang ini akan menjadi hal yang mengerikan dan menakutkan. Sebab memanglah hal yang wajar jika manusia merasa takut akan datangnya hari kiamat. Meski demikian, kita umat islam yang hidup di zaman akhir ini sebenarnya bukanlah untuk terus menerus menyanyikan lagu kesedihan dan berkeluh kesah atas ratapan rusaknya moral yang tak beradab. Mindset dan persepsi umat islam haruslah segera diganti, bahwa sesungguhnya Allah telah memilih kita sebagai ummat yang akan mengembalikan dan menghadirkan fase periode zaman kelima, yakni khilafah ‘alaa minhaji nubuwwah. Kitalah ummat yang terpilih itu!
Maka pilihan itu adalah di tangan kita sendiri. Apakah kita akan menjadi sekelompok orang yang turut menjadi pemain dan pejuang kemenangan agama islam, atau menjadi kelompok yang phobia terhadap hadirnya zaman kelima itu, zaman khilafah yang tegak di atas manhaj kenabian, ataukah jangan-jangan kita akan menjadi penonton yang hanya bisa menyaksikan pergulatan akhir zaman?
Selamat berjuang. Anggaplah segala bentuk kedzoliman yang terjadi di muka bumi sekarang ini sebagai badai yang harus dihadapi. Karena terkadang Allah sembunyikan matahari. Kemudian Dia datangkan kilat bahkan petir. Kita pun menangis dan bertanya-tanya, kemanakah hilangnya cahaya? Rupa-rupanya Allah hadiahkan kita pelangi.
Wallahu ta’ala a’lam.
(paramuda)
Terima kasih mohon izin koppas