Beranda Dasar Islam Orang Meninggal Namun Tak Sanggup Melunasi Utang, Bagaimana Nasibnya?

Orang Meninggal Namun Tak Sanggup Melunasi Utang, Bagaimana Nasibnya?

0
ilustrasi (hdw)

Berutang adalah sesuatu yang lumrah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari oleh manusia pada umumnya. Baik oleh orang miskin maupun orang kaya. Tujuannya pun beragam sesuai dengan kebutuhan masing-masing orang.

Dalam hal membayar utang, ada orang yang sanggup melakukannya dengan segera, ada yang bisa melakukannya dalam waktu yang lama, ada pula yang tidak sanggup sama sekali karena faktor ekonomi.

Di samping itu, ada orang-orang yang sudah sanggup membayar utang namun sengaja mengulur-ulur pembayarannya dengan alasan yang tidak jelas. Inilah orang yang diancam oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam sabdanya,

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيءٍ فَلْيَتْبَعْ

“Mengulur-ulur waktu pembayaran utang oleh orang kaya (mampu) adalah kezhaliman, apabila piutang salah seorang dari kalian dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia menerimanya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Bagaimana jika orang yang sanggup membayar utang namun tak kunjung membayarnya hingga meninggal dunia, apakah arwahnya tergadai oleh utangnya?

Hal ini prnah ditanyakan kepada Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi. Jawabannya adalah sebagai berikut.

Mengenai hal ini terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersabda,

نَفْسُ المُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

“Arwah seorang mukmin menggantung karena utangnya sampai utangnya itu terlunasi.”

Hukum ini berlaku pada orang yang mampu membayar utang sedangkan dia enggan melunasinya. Namun, bagi orang yang fakir (miskin) yang tidak mempunyai harta untuk melunasinya, semoga dia tidak termasuk dalam hadits ini. Sebab, Allah Ta’ala telah berfirman,

لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah: 286).

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 280).

Begitu juga halnya dengan orang yang sudah mempunyai niat untuk melunasi utangnya dan dia meninggal sebelum melunasinya.

Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda,

 مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ

“Barangsiapa yang meminjam harta orang lain dengan niat untuk mengembalikannya maka Allah akan melunasinya, dan barangsiapa yang meminjamnya dengan niat untuk merusaknya maka Allah akan merusaknya.” (HR. Al-Bukhari).

Demikian dikutip dari kitab Durus Al-Am karya Syaikh Dr. Abdul Malik Al-Qasim.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]