Puasa Hati dan Pikiran merupakan Ceramah Ramadhan hari ke-15. Cocok menjadi bahan kultum Tarawih pada malam 15 Ramadhan 1444 atau 5 April 2023.
Ada yang lebih tinggi dari puasa khusus. Imam Ghazali rahimahullah menyebutnya shaumul khusushil khushush. Yakni bukan hanya mempuasakan organ tubuh tetapi juga mempuasakan hati dan pikiran.
Puasa hati artinya menahan dan menjaganya dari penyakit-penyakit ruhiyah seperti dengki, iri, marah, kecintaan pada dunia, dan sebagainya. Sedangkan puasa pikiran artinya menahan dan menjaga pikiran dari membayangkan hal-hal yang disenangi syahwat dan dibenci syariat, serta dari tipu daya dan pikiran destruktif lainnya.
Banyak ulama membagi hati menjadi tiga. Qalbun salim (hati sehat), qalbun maridh (hati sakit), dan qalbun mayyit (hati mati). Misalnya Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Ighatsatul Lahfan dan Syaikh Ahmad Farid dalam Tazkiyatun Nafs. Puasa hati artinya mengupayakan hati kita menjadi qalbun salim.
Daftar Isi
Mempuasakan hati dari takabbur
Takabbur alias sombong adalah salah satu penyakit hati terbesar. Inilah sifat iblis yang karenanya Allah mengeluarkannya dari surga dan menjadikannya penduduk abadi neraka.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. Al Baqarah: 34)
Begitu buruknya kesombongan, orang yang memiliki sifat ini akan terhalang dari surga.
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan sebesar biji debu. (HR. Muslim)
Bahkan orang-orang yang sombong dan dengan kesombongannya menebar kezaliman, mereka akan mendapat siksa di dunia sebelum siksa di neraka. Namrudz yang sombong, cukup bagi Allah menurunkan nyamuk untuk menghentikan kesombongannya. Fir’aun yang sombong, bahkan mengaku sebagai tuhan, juga dihancurkan oleh Allah. Kesombongannya demikian melampaui batas hingga mengatakan “ana rabbukumul a’la” (akulah tuhanmu yang paling tinggi). Maka cukup bagi Allah menenggelamkannya di laut untuk mengakhiri segala kesombongannya.
فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ وَهُوَ مُلِيمٌ
Maka Kami siksa dia dan tentaranya lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut, sedang dia melakukan pekerjaan yang tercela.(QS. Adz Dzariyat: 40)
Baca juga: Puasa Lisan
Mempuasakan hati dari riya’
Riya’ merupakan penyakit hati berbahaya. Bahkan Rasulullah lebih mengkhawatirkan atas umatnya daripada fitnah Dajjal.
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِى مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ. قَالَ قُلْنَا بَلَى. فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِىُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّى فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kami sedangkan kami masih membicarakan al Masih ad Dajjal. Maka beliau bersabda, “Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang lebih aku khawatirkan atas kalian daripada al Masih ad Dajjal?” Kami menjawab, “Mau, ya Rasulallah.” Beliau bersabda, “Syirik khafi. Yakni seseorang mendirikan shalat, lalu dia memperindah shalatnya karena merasa ada orang yang melihat shalatnya.” (HR. Ibnu Majah; shahih)
Inilah hal yang Rasulullah lebih mengkhawatirkannya daripada datangnya Dajjal. Syirik khafi, syirik yang samar. Begitu samar bisa jadi orang tidak menyadari bahwa dirinya telah berbuat demikian. Salah satu contohnya adalah riya’ dengan memperindah shalat karena merasa orang lain melihat dan memperhatikannya. Tersebut pada Surat Al-Ma’un, ada orang yang menunaikan shalat tapi celaka. Yakni orang yang lalai dari shalatnya dan riya’.
Puasa yang tidak terlihat saja, Rasulullah mengingatkan untuk menjaga keikhlasan. Hanya dengan keikhlasan ia akan mendapatkan ampunan. Apalagi ibadah-ibadah lain yang lebih tampak, tentu lebih riskan terhinggapi riya’. Maka kita perlu bermujahadah untuk menjaga hati dari riya’ dan terus menguatkan doa.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئاً نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari syirik yang kami ketahui dan kami memohon ampun kepada-Mu dari dosa syirik yang tidak kami ketahui. (HR. Ahmad; hasan lighairihi)
Baca juga: Puasa Mata
Mempuasakan hati dari hasad
Hasad juga merupakan penyakit yang hati harus kita puasakan darinya. Jangan sampai hati terkuasi hasad, sebab ia adalah dosa yang menjadi sumber derita. Membuat pemiliknya sulit merasa bahagia.
لاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Janganlah kamu saling membenci, saling mendengki, dan saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hasad menurut para ulama adalah tidak menyukai orang lain mendapatkan kenikmatan dan menginginkan nikmat itu lepas dari orang tersebut.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Hasad adalah dosa yang pertama kali dilakukan di langit dan di bumi. Di langit, iblis hasad kepada Nabi Adam ‘alaihi salam dan di bumi, Qabil hasad kepada Habil.”
Baca juga: Puasa Perut
Mempuasakan pikiran dari su’uzhan
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman untuk menjauhi prasangka buruk (su’uzhan).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang.. (QS. Al Hujurat: 12)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, melalui Surat Al Hujurat ayat 12 ini, Allah melarang hamba-hambaNya yang beriman dari banyak berprasangka buruk. Yakni mencurigai orang lain dengan tuduhan buruk yang tidak berdasar. Karena sebagian dugaan itu adalah murni dosa, maka ia harus dijauhi sebagai tindakan preventif.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
Janganlah kamu berprasangka buruk karena prasangka buruk itu berita yang paling dusta. (HR. Bukhari dan Muslim)
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Jangan sekali-kali kamu memiliki prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu melainkan kebaikan semata. Sedangkan kamu masih memiliki jalan untuk memahami kalimat itu dengan pemahaman yang baik.”
Baca juga: Puasa Tangan dan Kaki
Mempuasakan pikiran dari syubhat
Jika penyakit hati mayoritasnya bersumber dari syahwat, penyakit pikiran mayoritasnya merupakan syubhat. Penyakit syubhat ini bisa berupa al jahlu (kejahilan atau kebodohan), al irtiyab (keragu-raguan), al inhiraf (penyimpangan) dan al ghaflah (kelalaian).
Kejahilan bersumber dari kemalasan belajar dan tidak mau memikirkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (QS. Fathir: 37)
Amr bin Hisyam mendapatkan julukan Abu Jahal bukan karena ia bodoh secara kognitif. Ia pandai baca tulis, pintar bersyair, hafal banyak silsilah dan wawasannya cukup luas. Namun ia tidak menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah. Mendustakan kebenaran. Maka Islam memberinya julukan Abu Jahal meskipun kaum jahiliyah memanggilnya Abul Hakam.
Keragu-raguan yang juga merupakan penyakit syubhat tak kalah berbahaya. Sedikitnya ilmu dan pemahaman membuat kebenaran menjadi samar baginya.
مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا
Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (QS. An Nisa: 143)
Al inhiraf (penyimpangan) terjadi juga karena tidak memiliki pemahaman dan komitmen yang baik terhadap Islam. Mulai dari penyimpangan aqidah seperti murji’ah dan muktazilah hingga penyimpangan pemikiran seperti liberalisme dan sekularisme.
Sedangkan kelalaian (ghaflah) menjangkiti lebih banyak orang lagi. Mulai melalaikan kewajiban seperti shalat hingga lalai dengan akhirat hingga sibuk mengejar dunia tanpa mempedulikan halal haram.
Kelalaian yang diingatkan para ulama seperti Imam Ghazali namun terasa berat bagi orang awam adalah lalai dari dzikir. Lalai dari mengingat Allah. Dan puasa khususnya khusus yang beliau jelaskan termasuk mempuasakan pikiran agar tidak lalai oleh dunia. Mempuasakan hati agar tidak lalai dari mengingat-Nya. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Untuk ceramah atau kultum Ramadhan lainnya, silakan baca:
Ceramah Ramadhan 2024
materinya bagus, sangat mencerahkan dan penyampaiannya sangat bagus juga. terimakasih Ustad …
Komentar ditutup.